Pencegahan kerja paksa di laut dengan pengawasan bersama di pelabuhan-pelabuhan perikanan Indonesia

Program Lab Akselerator Dana Multi-Pihak 8.7 ILO mendukung upaya yang diambil oleh kementerian terkait di Indonesia untuk meningkatkan perlindungan nelayan lokal dan migran Indonesia dengan panduan terbaru untuk pengawasan ketenagakerjaan, pelatihan dan uji coba pengawasan bersama di Pelabuhan Benoa dan Jakarta.

News | Bali and Jakarta, Indonesia | 17 October 2022
(c) ILO/F. Latief
Sektor penangkapan ikan dianggap sebagai salah satu sektor penting bagi Indonesia. Indonesia merupakan negara asal terbesar bagi nelayan, salah satu penghasil ikan terbesar dan salah satu negara dengan ketergantungan ikan terbesar di dunia. Menghasilkan lebih dari 7 ton ikan per tahun, 2,1 juta pekerja dipekerjakan hanya untuk perikanan tangkap liar.

Kami memahami bahwa sektor perikanan itu unik dan berbeda dengan sektor industri di darat tempat para pengawas kami biasa bekerja. Karenanya, kami sangat menghargai dukungan dari ILO dan Panduan Lapangan yang sudah diperbarui sebagai instrumen yang mudah digunakan dan konkret bagi pengawas ketenagakerjaan di sektor ini."

Diah Tri Hartanti Prawitasari, Ahli Madya Pengawas Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan
Prioritas utama dari Pemerintah Indonesia adalah meningkatkan kondisi kerja sektor peranakan, baik bagi nelayan yang bekerja di dalam dan luar negeri maupun bagi nelayan migran yang bekerja di perairan Indonesia. Sejumlah reformasi hukum telah diterapkan dan sedang dalam penyusunan serta peningkatan penegakan dan koordinasi di antara kementerian menjadi bagian penting dari strategi pemerintah. Namun, kendati dengan itikad baik, hambatan masih terjadi termasuk kurangnya koordinasi formal dan kepemilikan pengawasan ketenagakerjaan di pelabuhan-pelabuhan perikanan.

ILO telah mendukung pemerintah dengan Perencanaan Kepatuhan Strategis bagi Pengawas Ketenagakerjaan selama bertahun-tahun ini dan telah membuat kemajuan yang baik. Untuk mempertahankan momentum ini, diperlukan penyempurnaan perangkat seperti Panduan Lapangan untuk Melakukan Kunjungan Pengawasan Ketenagakerjaan di Kapal-kapal Perikanan dan mendorong peningkatan koordinasi, program Akselerator Lab 8.7 ILO menyelenggarakan dua lokakarya peningkatan kapasitas di dua pelabuhan Benoa dan Jakarta.

Empat puluh tiga pengawas ketenagakerjaan dan pengawas perikanan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (KKMI) berpartisipasi dalam lokakarya berorientasi aksi untuk mendeteksi kerja paksa, yang mencakup uji coba pengawasan bersama pada 22-23 September di Pelabuhan Benoa Bali dan 26-27 September di Pelabuhan Samudra Nizam Zahman Jakarta.

Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan panduan mengenai defisini dan indikator kerja paksa, strategi dan perangkat untuk mendeteksi kerja paksa di kapal-kapal perikanan dan pelatihan bagaimana mempergunakan Panduan Lapangan untuk Melakukan Kunjungan Pengawasan Ketenagakerjaan di Kapal-kapal Perikanan. Lokakarya ini juga memberikan kesempatan untuk berbagi dan bertukar pengalaman, pembelajaran dan tantangan di antara kementerian terkait untuk memperkuat dan memperjelas peran dan otoritas dalam pengawasan kondisi kerja di sektor perikanan dan untuk selanjutkan menyempurnakan Panduan Lapangan.

Lokakarya-lokarya berorientasi aksi untuk mendeteksi kerja paksa diadakan di Bali dan Jakarta.(c) ILO/F. Latief
Alix Nasri, Koordinator Lab Akselerator 8.7 ILO, menyoroti kerentanan ABK perikanan terhadap kerja paksa. Estimasi Global dari Perbudakan Modern 2021 mengungkapkan bahwa (sedikitnya) 128.000 pelaut perikanan terjebak dalam kerja paksa di atas kapal perikanan, seringkali di laut dalam, sebuah tempat kerja yang dicirikan dengan isolasi ekstrem, bahaya dan kesenjangan dalam pengawasan peraturan. Kendati tidak ada wilayah di dunia yang terhindar dari kerja paksa, Asia dan Pasifik memiliki jumlah tenaga kerja paksa tertinggi.

Pengawasan perikanan yang diujicoba oleh Kemnaker, KKP dan Kemenhub, karenanya, menjadi penting dan ILO akan bekerja sama dengan Indonesia untuk memperkuat ini dan menjadikannya berkelanjutan."

Alix Nasri, Koordinator Lab Akselerator 8.7 ILO
Untuk mengatasi masalah ini, Alix memaparkan prioritas-prioritas utama untuk mengakhiri kerja paksa seperti, antara lain, mempromosikan rekrutmen yang adil, memperluas aspirasi pekerja, memperkuat perlindungan sosial, memperbaiki kondisi kerja di sektor ini dan memastikan deteksi kekerasan tepat waktu melalui pengawasan ketenagakerjaan. “Pengawasan perikanan yang diujicoba oleh Kemnaker, KKP dan Kemenhub, karenanya, menjadi penting dan ILO akan bekerja sama dengan Indonesia untuk memperkuat ini dan menjadikannya berkelanjutan,” tambahnya.

Dalam hal pengawasan ketenagakerjaan, René Roberts, Spesialis Pengawasan Ketenagakerjaan Senior ILO, berbagi beberapa praktik terbaik dari negara lain dalam memastikan pekerjaan yang layak bagi para nelayan dan memastikan kepatuhan terhadap Standar Ketenagakerjaan Internasional di industri perikanan. Salah satu praktik terbaik yang dibagikan adalah dari Thailand, negara tetangga Indonesia. “Thailand sekarang telah memberlakukan persyaratan bahwa semua ABK perikanan tidak hanya harus memiliki buku pelaut perikanan dan kontrak tertulis, namun juga harus membuat rekening bank elektronik,” ia menjelaskan, sebagai pendekatan sistematis untuk mencegah upah tidak dibayar dan eksploitasi kerja serta untuk memfasilitas pengawasan ketenagakerjaan.

Dia juga menekankan kebutuhan akan rencana kepatuhan strategis oleh inspektorat pengawsan. Pendekatan tersebut terfokus pada intervensi proaktif, terarah dan sesuai dengan kebutuhan serta melibatkan banyak pemangku kepentingan. Ini memberikan pengawas ketenagakerjaan banyak kesempatan untuk mempengaruhi perbaikan dan keberlanjutan hasil kepatuhan kendati dengan sumber daya yang terbatas dan besarnya jumlah tempat kerja yang diawasi, termasuk industri perikanan.

Selama lokakarya, praktik baik juga dibagikan dari Afrika Selatan sebagai salah satu negara sasaran program Lab Akselerator 8.7 ILO. Pelatihan serupa juga diadakan oleh ILO bekerja sama dengan South African Maritime Security Agency (SAMSA) yang memperkuat pengawasan ketenagakerjaan terpadu dengan Departemen Ketenagakerjaan, Departemen Imigrasi, Departemen Perikanan dan masyarakat sipil.

Para peserta lokakarya mewakili perwakilan kementerian terkait untuk uji coba pengawasan perikanan bersama. (c) ILO/F. Latief

Dukungan ILO untuk pengawasan ketenagakerjaan

Lokakarya ini dilanjutkan dengan uji coba pengawasan ketenagakerjaan di Pelabuhan Benoa Bali dan Pelabuhan Samudera Nizam Zahman Jakarta. Selama inspeksi percontohan ini, pengawas ketenagakerjaan yang berpartisipasi memeriksa kapal perikanan berbendera asing dan Indonesia. Dengan menggunakan Panduan Lapangan yang sudah diperbarui, pengawas ketenagakerjaan dari Kemnaker, didukung oleh pengawas perikanan, memeriksa kondisi ketenagakerjaan para nelayan.

Pengawasan perikanan bersama dilakukan Pelabuhan Samudra Nizam Zahman Jakarta. (c) ILO/F.Latief
Pengawas ketenagakerjaan tidak hanya memeriksa kondisi kehidupan, fasilitas yang disediakan dan alat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di kapal perikanan, mereka juga mewawancarai beberapa ABK perikanan. Pengawasan bersama ini menemukan bahwa para ABK perikanan tidak memiliki pemahaman tentang hak-hak kerja mereka. Sudah menjadi kewajaran bagi mereka jika upah mereka dipotong oleh agen pengawakan, bekerja lebih dari 14 jam per hari dan menggunakan sebagian waktu istirahat mereka untuk memancing demi mendapatkan penghasilan tambahan. Mereka yang diwawancarai tidak mendapatkan pelatihan keselamatan, tidak ada asuransi dan tidak menerima salinan kontrak mereka.

Panduan yang digunakan dalam pengawasan bersama ini membuat saya belajar tentang masalah ketenagakerjaan. Kami hanya terfokus pada kondisi kapal dan hasil tangkapannya. Saya baru menyadari bahwa menahan upah ABK perikanan bertentangan dengan hak-hak pekerja karena bagi kami, itu hanya praktik umum di industri perikanan."

Yogi Darmawan Effendi, Ahli Muda Inspeksi Perikanan Direktorat Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP)
Dalam evaluasi yang dilakukan usai tindakan pengawasan, Yogi Darmawan Effendi, Ahli Muda Inspeksi Perikanan Direktorat Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), mengatakan bahwa pengawasan bersama ini telah memberikan kesempatan bagi pengawas PSDKP untuk memeriksa kondisi ketenagakerjaan dan kondisi kerja. Ia mengakui PSDKP hanya terfokus pada pencegahan penangkapan ikan ilegal, dan tidak memiliki pengalaman dengan pengawasan ketenagakerjaan.

“Panduan yang digunakan dalam pengawasan bersama ini membuat saya belajar tentang masalah ketenagakerjaan. Kami hanya terfokus pada kondisi kapal dan hasil tangkapannya. Saya baru menyadari bahwa menahan upah ABK perikanan bertentangan dengan hak-hak pekerja karena bagi kami, itu hanya praktik umum di industri perikanan,” katanya.

Diah Tri Hartanti Prawitasari, Ahli Madya Pengawas Ketenagakerjaan Kemnaker, mengatakan uji coba pengawasan bersama di perikanan ini merupakan langkah awal menuju kolaborasi yang akan sepenuhnya dilembagakan di antara berbagai kementerian terkait. “Untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah No. 22/2022 yang baru, kementerian terkait harus bersinergi untuk memastikan penempatan dan perlindungan yang lebih baik bagi ABK, termasuk pekerja migran,” ujarnya.

Ia juga berterima kasih atas dukungan yang diberikan oleh ILO melalui program Lab Akselerator 8.7. “Kami memahami bahwa sektor perikanan itu unik dan berbeda dengan sektor industri di darat tempat para pengawas kami biasa bekerja. Karenanya, kami sangat menghargai dukungan dari ILO dan Panduan Lapangan yang sudah diperbarui sebagai instrumen yang mudah digunakan dan konkret bagi pengawas ketenagakerjaan di sektor ini.”

Pengawasan perikanan bersama dilakukan di Pelabuhan Benoa Bali. (c) ILO/F.Latief