#RatifyC190
Saatnya memecah kebungkaman terhadap kekerasan dan pelecehan di tempat kerja di Indonesia
Perwakilan pengusaha dan pekerja sepakat, dalam diskusi interaktif ILO, bahwa sudah saatnya semua pihak menganggap kekerasan dan pelecehan di tempat kerja sebagai masalah serius dan adanya kebutuhan mendesak akan mekanisme pelaporan dan penanganan kasus di tingkat perusahaan.

Momentumnya tepat waktu karena kita perlu mengakui hak setiap pekerja untuk bebas dari kekerasan dan pelecehan sesuai amanat Konvensi ILO No. 190."
Michiko Miyamoto, Direktur ILO untuk Indonesia
“Hubungan kerja yang harmonis adalah kunci. Karenanya keselamatan dan keamanan di tempat kerja penting untuk produktivitas tempat kerja. Kementerian Ketenagakerjaan telah menginisiasi pembentukan Satgas Kesetaraan dan Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja di sejumlah provinsi sebagai tanggapan langsung atas Undang-Undang Tindak Pidana Pelecehan Seksual No. 12 Tahun 2022 yang baru saja disahkan,” jelasnya di hadapan 150 peserta yang menghadiri peluncuran dan diskusi ini baik secara luring maupun daring.
“Momentumnya tepat waktu karena kita perlu mengakui hak setiap pekerja untuk bebas dari kekerasan dan pelecehan sesuai amanat Konvensi ILO No. 190. Hari ini, kita juga dapat mendiskusikan apa yang dapat kita lakukan bersama dan apa peran strategis kita masing-masing yang dapat mulai dilakukan untuk menciptakan tempat kerja yang aman dan produktif,” kata Michiko Miyamoto, Direktur ILO untuk Indonesia, seraya menambahkan bahwa tempat kerja yang aman juga dapat mendorong lebih banyak perempuan memasuki pasar kerja, terutama di sektor dan pekerjaan yang didominasi laki-laki.
Untuk membangun kepercayaan ini, penting bagi manajemen untuk memiliki komitmen dan ini harus datang dari atas ke bawah. Penting juga untuk mensosialisasikan temuan penting ini ke jaringan SDM dan perusahaan."
Maya Juwita, Direktur Eksekutif Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE)
“Untuk membangun kepercayaan ini, penting bagi manajemen untuk memiliki komitmen dan ini harus datang dari atas ke bawah. Penting juga untuk mensosialisasikan temuan penting ini ke jaringan SDM dan perusahaan,” ujar Maya.
Dia juga menambahkan kebutuhan mendesak akan pelatihan tentang cara menangani kasus kekerasan dan pelecehan di tingkat perusahaan. “Ini untuk merespons hasil laporan yang menunjukkan 34,53 persen pekerja menyatakan tidak ada mekanisme di tempat kerja mereka. Pelatihan ini dapat membantu perusahaan untuk menyiapkan mekanisme yang tepat,” lanjutnya.
Sementara itu, membagikan pengalamannya bekerja di industri kreatif sebagai aktris, Hannah Al Rashid menjelaskan bahwa sejak tahun 2020, industri perfilman Indonesia telah berupaya memperbaiki kondisi kerja dan memberikan perhatian serius terhadap masalah ini. “Pekerja industri perfilman rentan terhadap pelecehan karena sifat pekerjaan yang tidak memiliki SDM dan juga tidak ada mekanisme pelaporan dan penanganan kasus. Saya mengalami pelecehan di tempat kerja berkali-kali dan tidak ada yang bisa saya lakukan selain mengesampingkannya agar tetap profesional, ”ujarnya.
Saya dengan gembira mengumumkan bahwa kami telah membuat produksi film percontohan di mana masalah pelecehan dituangkan ke dalam kontrak dan ada pelatihan pelecehan seksual."
Hannah Al Rashid, Aktris dan Advokasi Kesetaraan Gender
“Saya dengan gembira mengumumkan bahwa kami telah membuat produksi film percontohan di mana masalah pelecehan dituangkan ke dalam kontrak dan ada pelatihan pelecehan seksual. Poster anti-pelecehan juga dipasang di area syuting dan nomor telepon bantuan juga tersedia untuk pelaporan kasus,” tambahnya.

Kita perlu mengakui bahwa pelecehan dan kekerasan daring sama seriusnya dengan pelecehan fisik."
Nenden S. Arum, Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi dari Jaringan Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet)
Dia juga mendorong masyarakat untuk berdiri melawan kekerasan dan pelecehan dan berharap ada tindakan-tindakan untuk mencegah kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. “Berbeda dengan kekerasan dan pelecehan fisik, kekerasan dan pelecehan daring meninggalkan jejak secara daring yang bisa lebih mudah dilacak oleh SDM. Setiap orang juga dapat bertindak sebagai saksi; karenanya, penting untuk memiliki mekanisme pelaporan,” pungkasnya.
Konvensi ILO No. 190 (K190) adalah perjanjian internasional pertama yang mengakui hak setiap orang atas dunia kerja yang bebas dari kekerasan dan pelecehan, termasuk kekerasan dan pelecehan berbasis gender. Diadopsi pada Juni 2019 oleh Konferensi Perburuhan Internasional ILO, K190 mulai berlaku pada 25 Juni 2021.
Laporan lengkap Survei Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja 2022 dapat diakses di sini.