ILO fasilitasi diskusi bipartit terkait penguatan sistem jaminan sosial

Pekerja dan pengusaha dari empat provinsi berbagi pandangan tentang arah skema jaminan sosial ke depan dalam serangkaian pertemuan bipartit.

News | Jakarta, Indonesia | 03 June 2022
Salah satu rangkaian diskusi untuk meningkatkan sistem jaminan sosial Indonesia dengan menambahkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Indonesia telah menapak pada tonggak baru dalam meningkatkan sistem jaminan sosialnya dengan menambahkan tunjangan kehilangan pekerjaan atau dikenal sebagai Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Untuk melanjutkan upaya reformasi sistem secara menyeluruh, negara akan membutuhkan partisipasi aktif dari semua pemangku kepentingan, termasuk pekerja dan pengusaha. Sementara pemerintah secara teratur melibatkan perwakilan pekerja dan pengusaha di tingkat nasional, suara dari pemangku kepentingan di tingkat provinsi dan lokal juga perlu didengar.

Pekerja dan pengusaha berperan penting dalam memberikan masukan untuk perbaikan sistem perlindungan sosial."

Ippei Tsuruga, Manajer Program ILO untuk Perlindungan Sosial
Berdasarkan latar belakang ini, ILO memprakarsai serangkaian diskusi bipartit di empat provinsi: Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Acara yang digelar pada April-Mei 2022 itu dihadiri lebih dari 150 pekerja dan perwakilan pengusaha dari pabrik di masing-masing provinsi. Mereka berbagi tantangan yang mereka hadapi untuk berpartisipasi dalam sistem saat ini dan rekomendasi untuk perbaikan di masa depan.

“Pekerja dan pengusaha berperan penting dalam memberikan masukan untuk perbaikan sistem perlindungan sosial. Hari ini, kita akan membahas bersama apa yang bisa kita lakukan untuk melindungi pekerja dengan lebih baik dan reformasi yang ingin kita lihat di masa depan,” kata Ippei Tsuruga, Manajer Program ILO untuk Perlindungan Sosial, pada sesi terakhir yang diadakan di Bandung pada 22 Mei 2022.

Banyak pekerja yang tidak begitu memahami prinsip-prinsip jaminan sosial, mengapa mereka membutuhkan perlindungan dan mengapa mereka harus berkontribusi. Tanpa pemahaman ini, sulit untuk mencapai tujuan tingkat cakupan."

Retno Pratiwi, Direktur Perlindungan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan
Retno Pratiwi, Direktur Perlindungan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan, menekankan pentingnya memberikan pemahaman yang komprehensif tentang jaminan sosial kepada seluruh pekerja. “Banyak pekerja yang tidak begitu memahami prinsip-prinsip jaminan sosial, mengapa mereka membutuhkan perlindungan dan mengapa mereka harus berkontribusi. Tanpa pemahaman ini, sulit untuk mencapai tujuan tingkat cakupan. Saya berharap semua peserta hari ini bisa aktif berdiskusi dan memberikan rekomendasi untuk memperkuat sistem kita,” kata Retno saat membuka sesi terakhir.

Dalam acara tersebut, Elly Rosita Silaban, Ketua Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) sebagai perwakilan buruh, menyoroti pentingnya perluasan cakupan kepada pekerja informal. “Banyak orang memutuskan untuk bekerja di pelantar digital karena fleksibilitasnya. Mereka sadar bahwa mereka berisiko tinggi mengalami cedera kerja. Namun, hanya sedikit dari mereka yang mengetahui skema jaminan sosial yang tersedia. Ini menjadi pekerjaan rumah kami sebagai serikat buruh untuk juga memberikan perhatian pada pekerja di lingkungan informal dan mengadvokasi perlindungan yang lebih baik bagi mereka,” jelasnya.

Senada dengan Elly, Komarudin, Wakil Presiden Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat, dalam paparannya juga menyarankan pemerintah untuk memperluas cakupan jaminan sosial kepada semua pekerja, termasuk mereka yang termasuk dalam kelompok informal. “Prinsip perlindungan sosial adalah pembagian risiko antara pengusaha dan pekerja. Partisipasi yang lebih besar, termasuk dari pekerja informal, berarti perlindungan yang lebih baik bagi semua pekerja,” katanya.

Perlindungan sosial harus memberikan kesejahteraan dan manfaat baik bagi pekerja maupun pengusaha. Melalui dialog sosial, kita selalu bisa berdiskusi dan memberikan kritik terhadap sistem. Kami memahami kekhawatiran dari pengusaha terkait iuran. Namun, pengusaha juga perlu menjaga kepatuhannya dan mendaftarkan semua pekerja sesuai aturan yang berlaku."

Untung Riyadi, Anggota Dewan Pertimbangan Jaminan Sosial (DJSN)
Untuk pekerja formal, dia mengusulkan agar pemerintah mengkaji ulang kontribusi iuran. “Upaya peningkatan kualitas sistem perlindungan sosial seharusnya tidak membebani pengusaha karena kontribusi kita sudah sekitar 70 persen dari total iuran. Kita harus menjaga daya saing kita di daerah. Kalau tidak, kita akan kehilangan banyak peluang investasi,” tambahnya.

Menanggapi pernyataan Komar, Untung Riyadi, Anggota Dewan Pertimbangan Jaminan Sosial (DJSN), mengingatkan pengusaha tentang kepatuhan membayar iuran. “Perlindungan sosial harus memberikan kesejahteraan dan manfaat baik bagi pekerja maupun pengusaha. Melalui dialog sosial, kita selalu bisa berdiskusi dan memberikan kritik terhadap sistem. Kami memahami kekhawatiran dari pengusaha terkait iuran. Namun, pengusaha juga perlu menjaga kepatuhannya dan mendaftarkan semua pekerja sesuai aturan yang berlaku,” ujarnya.

Sebelum melakukan diskusi bipartit di setiap provinsi, ILO menyelenggarakan serangkaian pelatihan di empat kota untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang perlindungan sosial bagi pekerja. Di bawah program perlindungan sosial yang didanai oleh Pemerintah Jepang, ILO akan terus mendukung reformasi perlindungan sosial di Indonesia, terutama dengan fokus pada pembentukan pensiun semesta. Program ini akan terus memfasilitasi dialog nasional dan menghasilkan produk pengetahuan untuk mendukung diskusi tripartit tentang perlindungan sosial.