#RatifyC190

Indonesia perbarui Panduan Kesetaraan Kesempatan Kerja (EEO) agar relevan dengan perubahan cepat dunia kerja

Pelaku utama ketenagakerjaan Indonesia bersama-sama memperbarui Panduan Kesempatan dan Perlakuan yang Sama dalam Pekerjaan (Equal Employment Opportunity/EEO) untuk mengakomodasi perubahan ketenagakerjaan baru-baru ini dan untuk mempromosikan penciptaan tempat kerja yang bebas pelecehan dan kekerasan.

News | Bogor, West Java, Indonesia | 30 May 2022
Kesetaraan kesempatan dan peluang kerja yang sama di pabrik garmen Indonesia. (c) ILO/BWI
Perwakilan pelaku ketenagakerjaan Indonesia dari pemerintah, pekerja dan pengusaha berkumpul di Lokakarya Panduan Tripartit untuk Kesempatan dan Perlakuan yang Sama dalam Pekerjaan (EEO) dan Tempat Kerja yang Aman untuk bersama-sama memperbarui Pedoman EEO yang disusun pada 2005 oleh Kementerian Tenaga Kerja melalui konsultasi dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan konfederasi serikat pekerja.

“Penting bagi Indonesia untuk memperbarui Panduan EEO ini agar lebih relevan dengan perkembangan terkini di dunia kerja,” kata Lusiani Julia, Staf Program ILO, seraya menambahkan bahwa berbagai perubahan tersebut termasuk pengembangan konsep inklusivitas, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030, perkembangan teknologi dan perubahan sistem kerja.

“Perubahan penting terkini lainnya yang berdampak pada EEO adalah diadopsinya Konvensi ILO No. 190 (K190) tentang Kekerasan dan Pelecehan di Tempat Kerja serta dampak pandemi COVID-19. Untuk mengakomodir perubahan ini, tentunya kita perlu bekerja sama untuk membuat Panduan EEO kita menjadi lebih relevan,” tambah Lusi.

K190 adalah perjanjian internasional pertama yang mengakui hak setiap orang atas dunia kerja yang bebas dari kekerasan dan pelecehan, termasuk kekerasan dan pelecehan berbasis gender.

Panduan EEO yang diperbarui ini akan berfungsi sebagai kompilasi kebijakan dan peraturan Indonesia terkait pencegahan dan penghapusan pelecehan di tempat kerja, terutama bagi perempuan dan sebagai panduan praktis bagi organisasi pengusaha dan pekerja, serta kaum muda yang memasuki dunia kerja dan perusahaan rintisan, dalam memahami dan mencegah pelecehan di tempat kerja."

Selama lokakarya, para peserta tripartit aktif memberikan saran dan rekomendasi. Beberapa rekomendasi tersebut mencakup rekrutmen dan penempatan, jaminan sosial, sertifikasi keterampilan, remunerasi dan pemantauan serta evaluasi dari Panduan EEO ini.

Panduan EEO yang diperbarui ini akan berfungsi sebagai kompilasi kebijakan dan peraturan Indonesia terkait pencegahan dan penghapusan pelecehan di tempat kerja, terutama bagi perempuan dan sebagai panduan praktis bagi organisasi pengusaha dan pekerja. Selain itu, Panduan yang diperbarui ini juga akan memberikan tanggapan terhadap instruksi praktis dan praktik baik bagi kaum muda yang memasuki dunia kerja dan perusahaan rintisan dalam memahami dan mencegah pelecehan di tempat kerja.

“Selanjutnya, kami berharap Pedoman ini dapat melengkapi Undang-Undang (UU) baru tentang Kekerasan Seksual dan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No. SE.03/MEN/IV/2011 tentang Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja dan peraturan kementerian lainnya yang akan datang,” kata Dyah Retno Sudarto, koordinator program ILO untuk K190 tentang masalah kekerasan dan pelecehan di tempat kerja.

Lokakarya tripartit untuk memperbarui Panduan EEO Indonesia agar sejalan dengan perubahan-perubahan ketenagakerjaan terkini.
Sebagai bagian dari sosialisasi undang-undang kekerasan seksual yang baru, Tiasri Wiandani, Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mempresentasikan poin-poin utama UU tersebut dan hubungannya dengan perlindungan pekerja serta K190 ILO. UU baru ini menjadi payung kebijakan untuk melindungi masyarakat dari sembilan jenis kekerasan seksual: kekerasan seksual fisik, kekerasan seksual non fisik, kekerasan seksual berbasis elektronik, paksaan kontrasepsi, paksaan sterilisasi, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual dan perkawinan paksa.

Lokakarya ini juga memperkenalkan pedoman baru dalam menangani kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Disusun oleh ILO dan UN Women, pedoman ini memberikan panduan yang lengkap dan komprehensif bagi para pemangku kepentingan mulai dari pengusaha, serikat pekerja, individu atau kelompok pekerja, hingga pembuat kebijakan di tingkat nasional dan regional serta kelompok masyarakat yang berinteraksi dengan pekerja. Dengan menggunakan pedoman tersebut, para pemangku kepentingan akan mendapatkan bekal untuk mengambil langkah dan inisiatif bagi pencegahan, deteksi dini dan program serta perencanaan kebijakan.

“Kami juga berharap pedoman baru ini, bersama dengan Panduan EEO yang diperbarui, akan terus memperkuat upaya bersama kita untuk mempromosikan kesetaraan dan inklusivitas gender, menghilangkan diskriminasi di tempat kerja dan menciptakan tempat kerja yang bebas dari kekerasan dan pelecehan,” lanjut Dyah.

Dihadiri oleh 30 peserta tripartit, lokakarya ini diselenggarakan oleh ILO melalui Program Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Tempat Kerja dan melalui proyek bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ketenagakerjaan dan Mata Pencarian, yang didanai oleh UN COVID-19 Response and Recovery Multi-Partner Trust Fund (UN-MTPF).

Berdasarkan data Komnas Perempuan tahun 2021, terdapat 116 kasus kekerasan berbasis gender yang dilaporkan terhadap pekerja perempuan. Lima kasus dialami oleh pekerja rumah tangga, enam oleh perempuan pekerja migran dan dua oleh perempuan pembela hak asasi manusia. Selain itu, data juga menunjukkan 114 kasus pekerja perempuan di berbagai sektor.