COVID-19 dan pekerja anak
Memerangi meningkatnya eksploitasi anak selama pandemi COVID-19
Sejalan dengan peringatan Hari Anak Nasional, para pemangku kepentingan, dengan dukungan dari ILO, membahas berbagai upaya intensif untuk menghentikan eksploitasi anak di negeri ini.

Kita perlu mengembangkan mekanisme pendeteksian dini dan melibatkan lebih banyak pihak, termasuk masyarakat dan keluarga, dalam upaya memerangi eksploitasi anak."
Nahar, Deputi Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Sekitar 11 juta anak-anak Indonesia saat ini rentan tereksploitasi secara ekonomi sebagai pekerja anak. Mereka juga rentan putus sekolah. Mayoritas pekerja anak ditemukan di wilayah timur Indonesia seperti kepulauan Sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua.
“Kami telah mengembangkan strategi penghapusan eksploitasi anak mengingat Indonesia telah berkomitmen untuk menghapuskan perbudakan modern, perdagangan manusia dan pekerja anak pada 2030. Ini untuk mencapai Tujugan Pembangunan Berkelanjutan (SDG), khususnya tujuan 8.7,” Valentina Gintings, Wakil Asisten Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pekerja Anak.
Selain penarikan anak dari pekerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan juga menyelenggarakan program pelatihan bagi mantan pekerja anak dan program kewirausahaan bagi keluarga pekerja anak sebagai upaya memotong lingkaran setan kemiskinan dan pekerja anak."
Tunjung Rijanto, Kepala Unit Norma Pengawasan Bentuk-bentuk Pekerjaan Anak Terburuk, Kementerian Ketenagakerjaan
Sementara Irham Saifuddin, Staf ILO, memaparkan serangkaian pemantauan ILO mengenai COVID-19 dan dunia kerja. Pemantuan terbaru ILO yang diterbitkan bulan Juli memperlihatkan hilangnya jam kerja yang setara dengan 400 juta pekerjaan penuh waktu, yang lebih buruk dari perkiraan sebelumnya.
Terkait dengan pekerja anak, data terbaru ILO memperlihatkan ada sekitar 152 juta pekerja anak di dunia dengan mayoritas dari mereka bekerja di sektor pertanian. “Ini sama dengan kondisi di Indonesia yang mayoritas pekerja anaknya ditemukan di sektor pertanian dan perkebunan,” ungkapnya.
Karenanya kami mencoba mengembangkan program pendidikan bagi anak sehingga mereka dapat bermain dan belajar serta mendukung program guru sambang guna mempertahankan kegiatan sekolah. Anak tidak boleh bekerja, mereka harus bersekolah."
Rizky Dwi Saputra, Ketua Forum Anak Desa Jokarto di Jawa Timur
Dari perspektif anak, Rizky Dwi Saputra, Ketua Forum Anak Desa Jokarto di Jawa Timur, menekankan perlunya lebih banyak program pendidikan dan pembelajaran bagi anak-anak. Belajar dari pengalamannya sendiri, ia mengatakan selama pandemi, banyak anak-anak yang memilih bekerja dan membantu orang tua mereka karena ketiadaan teknologi, kurangnya ketersediaan guru dan berusaha meringakan beban ekonomi keluarga.
“Karenanya kami mencoba mengembangkan program pendidikan bagi anak sehingga mereka dapat bermain dan belajar serta mendukung program guru sambang guna mempertahankan kegiatan sekolah. Anak tidak boleh bekerja, mereka harus bersekolah,” tegasnya.