COVID-19 dan dialog sosial

Mengatasi dampak pandemi COVID-19 dengan transparansi antara pengusaha dan pekerja

Apa yang dapat dilakukan pengusaha dan pekerja dalam membantu memerangi pandemi COVID-19? Mereka bisa bekerja sama. ILO menyerukan kerja sama antara perwakilan pengusaha dan pekerja melalui dialog sosial.

News | Jakarta, Indonesia | 21 July 2020
Dialog bipartit di industri garmen
Pandemi COVID-19 dengan konsekuensi sosio-ekonominya yang sangat luas membutuhkan dialog sosial dan kerja sama bipartit yang efektif guna merancang solusi yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Untuk menguraikan pentingnya dialog bipartit antara pengusaha dan pekerja, Better Work Indonesia (BWI), program bersama antara ILO dan International Finance Cooperation (IFC) tentang kepatuhan ketenagakerjaan, melakukan diskusi daring mengenai dialog sosial di tempat kerja.

Sistem komunikasi dapat dengan mudah dilakukan dengan bertukar informasi secara teratur. Ini akan mendorong keterbukaan dan transparansi di antara para pihak sehingga proses negosiasi akan berjalan dengan lancar dan menghasilkan hasil terbaik untuk semua."

Christianus Panjaitan, Staf ILO untuk Perlindungan Sosial
Diskusi ini merupakan bagian dari serangkaian keterlibatan media sosial BWI melalui program Instagram (IG) live yang disiarkan setiap hari Minggu. Seri advokasi ini bertujuan untuk mempromosikan solusi yang saling menguntungkan bagi manajemen dan pekerja dalam menghadapi pandemi.

Christianus Panjaitan, Staf ILO untuk Perlindungan Sosial, menjelaskan tiga tingkatan dialog sosial sesuai dengan definisi ILO: pertukaran informasi, konsultasi dan negosiasi. Idealnya, dialog sosial yang baik harus mengikuti ketiga langkah ini untuk mencapai solusi terbaik bagi semua pihak yang terlibat.

“Sebagian besar dialog sosial bipartit cenderung langsung melompat ke tingkat negosiasi karena manajemen dan pekerja hanya duduk bersama ketika masalah muncul. Sistem komunikasi dapat dengan mudah dilakukan dengan bertukar informasi secara teratur. Ini akan mendorong keterbukaan dan transparansi di antara para pihak sehingga proses negosiasi akan berjalan dengan lancar dan menghasilkan hasil terbaik untuk semua,” ungkapnya.

Kami menyadari bahwa jika pengusaha dan pekerja mengembangkan hubungan yang baik, semua masalah ketenagakerjaan dapat diselesaikan dengan cara yang lebih baik."

Elly Rosita Silaban, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI)
Pentingnya komunikasi juga diakui oleh Elly Rosita Silaban, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI). Sayangnya, dia mengakui bahwa tidak semua serikat pekerja terbuka terhadap mekanisme komunikasi yang dilakukan secara berkala mengingat mereka lebih suka melakukan protes jika terjadi masalah.

“Masih ada kesenjangan antara pengusaha dan pekerja yang sering menyebabkan rasa ragu dan curiga satu sama lain. Kami menyadari bahwa jika pengusaha dan pekerja mengembangkan hubungan yang baik, semua masalah ketenagakerjaan dapat diselesaikan dengan cara yang lebih baik,” ia mengakui.

Kesenjangan yang ada antara pengusaha dan pekerja sejalan dengan jajak pendapat yang dilakukan melalui poling Instagram, yang mengungkapkan bahwa 60 persen pekerja mengatakan keragu-raguan menjadi tantangan terbesar yang mereka hadapi untuk memulai komunikasi dengan pengusaha.

Diskusi ini harus dilakukan secara teratur dan santai dan saya percaya ini akan menciptakan keterbukaan dan membangun kerja sama manajemen-pekerja yang baik."

Danang Girindrawardana, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo)
Untuk mengurangi kesenjangan komunikasi antara pengusaha dan pekerja, Danang Girindrawardana, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menyarankan pembicaraan dan diskusi berkala secara informal yang dapat dengan mudah dilakukan selama acara informal seperti rehat kopi atau acara perusahaan. “Diskusi ini harus dilakukan secara teratur dan santai dan saya percaya ini akan menciptakan keterbukaan dan membangun kerja sama manajemen-pekerja yang baik,” kata Danang.

Menekankan pentingnya dialog sosial, Christianus mengingatkan pekerja dan pengusaha bahwa kedua pihak dipersatukan dalam satu tim. Kedua belah pihak saling membutuhkan dan bergantung satu sama lain untuk membangun bisnis yang menguntungkan dan berkelanjutan. “Untuk mengurangi kesenjangan, inisiatif komunikasi dapat dimulai oleh pengusaha. Ketika kepercayaan telah terbangun, dialog kemudian dapat diinisiasi oleh baik pengusaha maupun pekerja,” tambah Christianus.

Diskusi diakhiri dengan kesepakatan tentang pentingnya keterbukaan dan transparansi dalam dialog sosial. Ini selanjutnya akan dapat membangun kepercayaan dan rasa hormat antara pengusaha dan pekerja yang, pada gilirannya, akan memperlancar proses negosiasi sebagai cara untuk mencapai solusi yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Selain itu, dialog sosial bipartit yang efektif juga dapat menyelesaikan masalah ekonomi dan sosial, mendorong tata kelola yang baik dan meningkatkan stabilitas industri.