Apa selanjutnya setelah perundangan disabilitas yang baru: Manajemen disabilitas di tempat kerja

Indonesia baru saja menyambut lahirnya Undang-Undang (UU) No. 8/2016 mengenai Penyandang Disabilitas pada 18 April 2016. UU ini menandai pergerakan yang signifikan dan bersejarah dalam mengubah perspektif nasional terhadap penyandang disabilitas dari pendekatan sosial menjadi pendekatan berbasis hak asasi manusia.

News | Jakarta, Indonesia | 30 April 2016
Indonesia baru saja menyambut lahirnya Undang-Undang (UU) No. 8/2016 mengenai Penyandang Disabilitas pada 18 April 2016. UU ini menandai pergerakan yang signifikan dan bersejarah dalam mengubah perspektif nasional terhadap penyandang disabilitas dari pendekatan sosial menjadi pendekatan berbasis hak asasi manusia.

Berdasarkan Konvensi PBB mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia pada 2011, UU tersebut melihat hak-hak penyandang disabilitas tidak bisa dipisahkan dari kesetaraan hak dengan semua anggota keluarga yang lain, termasuk akses atas peluang kerja.

Guna memastikan kesetaraan akses atas kesempatan kerja, ILO sejak lama memiliki komitmen untuk mendorong kerja layak bagi penyandang disabilitas. Melalui proyek yang didanai oleh Irish-Aid untuk Mempromosikan Hak dan Peluang bagi Penyandang Disabilitas dalam Pekerjaan melalui Peraturan Perundangan (PROPEL), ILO mempromosikan peluang dan pekerjaan yang lebih baik bagi penyandang disabilitas laki-laki dan perempuan melalui penciptaan lingkungan hukum dan kebijakan yang mendukung, peningkatan peluang pengembangan keterampilan dan langkah-langkah untuk menghapuskan diskriminasi.

“Sejalan dengan semakin mantapnya Indonesia menuju penciptaan masyarakat yang inklusif, agenda selanjutnya adalah memastikan terbentuknya tempat kerja yang kondusif bagi para pekerja dengan disabilitas, termasuk mempromosikan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dan memperbaiki kondisi kerja untuk penyandang disabilitas,” ujar Santy Otto, Koordinator Proyek ILO untuk Disabilitas, seraya menegaskan bahwa ILO terus mendukung pemerintah Indonesia dalam menyikapi masalah terkait ketenagakerjaan dan disabilitas kendati Proyek ILO-PROPEL baru saja berakhir pada Maret 2016.

Elli, asisten master data di PT Tetra Pak Stainless Equipment, mengatakan bahwa komponen K3 harus beradaptasi dengan kondisi kerja yang sesuai dengan kondisi fisik dan mental pekerja. Ia mencontohkan tempat kerjanya yang mendukung penyandang disabilitas serta memberikan akses dan aman bagi semua pekerja dengan berbagai jenis disabilitas. “Di Tetra Pak, panggilan darurat ditempatkan sejajar dengan saya yang duduk di kursi roda. Apabila ada keadaan darurat, saya dapat menggunakan panggilan darurat dan meminta bantuan. Lift juga dilengkapi dengan huruf braile meski tidak ada pekerja yang tuna netra,” ia menjelaskan.

Melihat contoh dari Elli, hal tersebut menunjukkan bahwa para pekerja berhak diberikan penyesuaian-penyesuaian yang wajar, tidak hanya agar mereka dapat bekerja dengan produktif, namun juga untuk melindungi keselamatan mereka saat bekerja. Sayangnya sejumlah perusahaan masih enggan untuk melakukan penyesuaian tempat kerja dengan alasan tingginya biaya dan pengeluaran yang harus ditanggung oleh perusahaan.

“Kenyataannya, penyesuaian tempat kerja tidaklah mahal dan bahkan dapat dilakukan tanpa biaya. ILO telah menerbitkan panduan berjudul “Mengelola Disabilitas di Tempat Kerja” untuk memandu pengusaha mengadaptasi strategi positif dalam mengelola permasalahan terkait disabilitas di tempat kerja,” kata Santy.

Melalui penguatan kerja sama dan kolaborasi di antara aktor-aktor ketenagakerjaan utama—pemerintah, organisasi pekerja dan pengusaha, serta mitra-mitra relevan lainnya seperti organisasi penyandang disabilitas, penerapan K3 yang efektif bagi penyandang disabilitas di tempat kerja dapat dicapai, dan pada gilirannya akan menyediakan peluang yang sama bagi penyandang disabilitas dalam semua aspek kehidupan.

Referensi:
Panduan Tata Kelola ILO – Mengelola Disabilitas di Tempat Kerja