Mengkaji penetapan standar internasional untuk pekerja rumah tangga Indonesia

Pekerjaan rumah tangga dianggap sebagai bentuk pekerjaan yang tidak berharga, tidak diatur dalam perundangan, serta dengan jam kerja yang panjang, bergaji rendah dan tidak terlindungi. Sejumlah pelanggaran dan penganiayaan, khususnya pada pekerja rumah tangga domestik maupun migran, acapkali diberitakan di media. Selanjutnya, di banyak negara, banyak pekerjaan rumah tangga dilakukan oleh pekerja anak.

Press release | 21 July 2009

JAKARTA (Berita ILO): Pekerjaan rumah tangga dianggap sebagai bentuk pekerjaan yang tidak berharga, tidak diatur dalam perundangan, serta dengan jam kerja yang panjang, bergaji rendah dan tidak terlindungi. Sejumlah pelanggaran dan penganiayaan, khususnya pada pekerja rumah tangga domestik maupun migran, acapkali diberitakan di media. Selanjutnya, di banyak negara, banyak pekerjaan rumah tangga dilakukan oleh pekerja anak.

Pekerja rumah tangga mewakili kelompok pekerja perempuan terbesar yang bekerja di dalam rumah tangga baik di negara mereka sendiri maupun di luar negeri. Meski pekerja rumah tangga memiliki peran penting, pekerjaan rumah tangga masih belum diakui sebagai sebuah pekerjaan. Karena dilakukan di dalam rumah tangga, yang tidak dianggap sebagai sebagai tempat kerja di banyak negara, hubungan kerja mereka tidak diakui di dalam peraturan ketenagakerjaan nasional atau peraturan lainnya. Alhasil, mereka pun tidak dapt mengenyam perlindungan kerja selaiknya pekerja lainnya.

Menurut studi ILO tahun 2004, terdapat sekitar 2.593.399 pekerja rumah tangga di Indonesia, dengan 1,4 juta di antaranya bekerja di Jawa. Mayoritas pekerja rumah tangga Indonesia merupakan kaum perempuan dengan tingkat pendidikan yang rendah serta berasal dari keluarga miskisn di daerah pedesaan. Dipandang sebagai sektor kerja informal, peraturan ketenagakerjaan nasional saat ini belum mencakup pekerja rumah tangga. Sejauh ini, hanya segelintir negara-negara Asia, seperti Filipina dan Hongkong, yang telah meluaskan cakupan standar ketenagakerjaan internasionalnya kepada pekerja rumah tangga.

Sebagai upaya untuk memberikan perlindungan dan pengakuan yang lebih baik kepada para pekerja rumah tangga, khususnya pekerja rumah tangga Indonesia, Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization/ILO) akan menyelenggarakan konsultasi nasional satu hari mengenai penetapan standar internasional untuk pekerja rumah tangga Indonesia pada Rabu, 29 Juli 2009, di Hotel Borobudur, Jakarta. Forum ini akan dibuka secara resmi oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Erman Suparno, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, Presiden Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi, Presiden KSBSI, Rekson Silaban, dan Direktur ILO di Indonesia, Alan Boulton.

Isu-isu utama yang dicakup dalam forum konsultasi ini adalah kajian kegiatan di tingkat internasional dan nasional mengenai penetapan standar untuk pekerja rumah tangga, status kondisi kerja dan perlindungan bagi pekerja rumah tangga Indonesia serta posisi para konstituen tripartit dalam hal ini.

Forum konsultasi ini diselenggarakan menindaklanjuti penerbitan Laporan ILO tentang Peraturan Praktik berjudul “Pekerjaan yang Layak untuk Pekerjaan Rumah Tangga” (Decent Work for Domestic Work) pada April 2009, yang menawarkan penetapan standar ketenagakerjaan bagi pekerjaan rumah tangga. Laporan ini memfasilitasi diskusi tentang pekerja rumah tangga pada sesi ke-99 Konferensi Ketenagakerjaan Internasional (ILC) pada 2010. Laporan menelaah cakupan pekerjaan rumah tangga di dalam standar ketenagakerjaan internasional yang ada dan mengkaji jangkauan serta bentuk peraturan nasional terkait dengan kondisi kerja pekerja rumah tangga, termasuk penerapan kontrak kerja, gaji, jam kerja dan hubungan kerja bagi pekerja rumah tangga yang tinggal di dalam rumah.

“ILO telah lama menyoroti perlunya perhatian khusus kepada para pekerja rumah tangga. ILC telah secara rutin menyerukan penetapan standar untuk pekerja rumah tangga sejak dari 1936. Kini saatnya bagi kita semua mengakui pekerjaan rumah tangga sebagai pekerjaan. Karenanya, forum ini memainkan peran penting untuk meningkatkan kapasitas konstituen tripartit untuk secara aktif terlibat tidak hanya pada proses penetapan standar internasional tapi juga prakarsa nasional untuk memperkuat hak-hak ketenagakerjaan dan perangkat perlindungan untuk pekerja rumah tangga,” ujar Alan Boulton, Direktur ILO.

Alan menambahkan bahwa konsultasi ini memungkinkan para konstituen tripartit untuk melibatkan kelompol-kelompok pemangku kepentingan yang lebih luas lagi, tidak hanya untuk proses penetapan standar inernasional, tapi juga prakarsa nasional untuk memperkuat hak-hak kerja dan perangkat perlindungan bagi pekerja rumah tangga. ”Konsultasi ini pun menjadi sarana berdialog untuk menyusun rekomendasi-rekomendasi kunci bagi proses penetapan standar dan mempromosikan kerjasama dan koordinasi yang lebih baik di antara para pihak terkait,” kata dia.

Konsultasi-konsultasi serupa di tingkat nasional dan regional juga diadakan di berbagai belahan di dunia. Kegiatan-kegiatan ini akan mengarah pada ILC tahun depan di Jenewa pada Juni 2010 yang akan mendokumentasikan proses pengembangan perangkat internasional untuk perlindungan pekerja rumah tangga.

Konsultasi nasional tentang penetapan standar internasional untuk pekerja rumah tangga di Jakarta diselenggarakan ILO melalui Proyek Memerangi Kerja Paksa dan Perdagangan bagi Pekerja Migran Indonesia. Didanai Pemerintah Norwegia, Proyek telah secara aktif mendukung kegiatan peningkatan kesadaran dan advokasi untuk memperkuat kebijakan dan peraturan pekerja rumah tangga dan membantu Indonesia memberikan masukan yang mendalam untuk penyusunan penetapan standar tentang pekerjaan rumah tangga.

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:

Lotte Kejser
Kepala Penasihat Teknis Proyek Pekerja Migran ILO
Tel. +6221 3913112
Email

Albert Y. Bonasahat
Koordinator Program
Tel. +6221 3913112 ext. 125
Email

Gita Lingga
Humas
Tel. +6221 3913112 ext. 115
Email