Keterampilan kewirausahaan memberdayakan Perempuan NTT membangun usaha

Dua perempuan di Nusa Tenggara Timur (NTT) menangguk manfaat dari program pelatihan yang diadakan ILO dan para mitranya. Inilah kisah Bibi Dida dan Semaya Atamai yang berhasil meningkatkan pendapatan dan mewujudkan impian mereka.

Feature | Nusa Tenggara Timur, Indonesia | 04 November 2021
Bagi Sisilia Francisca Winga atau Bibi Dida, begitu ia biasa disapa, menenun adalah inti kehidupannya. Menenun bukan hanya merupakan keterampilan penting yang harus dimiliki perempuan Kampung Adat Nggela di Kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), tempat ia berasal, tetapi juga berperan sebagai sumber mata pencarian untuk membiayai pendidikan anak-anaknya.

Sisilia Francisca Winga atau Bibi Dida
Bibi Dida telah menenun kain selama 29 tahun sejak ia berusia 20-an. Dia menjual kain untuk pakaian sehari-hari atau upacara adat. Kain tenun memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat NTT. Penghasilan dari menenun menjadi satu-satunya sumber pendapatan setelah suaminya meninggal pada 2004, menjadikan Bibi Dida sebagai tulang punggung keluarga dan pencari nafkah bagi kedua anaknya.

Ini adalah satu-satunya keterampilan yang kami punyai dan kami harus mencari jalan untuk memasarkan tenun kami."

Sisilia Francisca Winga atau Bibi Dida
Untuk setiap helai tenun yang berhasil ia jual, Bibi Dida bisa mengantongi uang sebesar Rp 1 hingga 2 juta. Penghasilannya meningkat saat ia menjual kain tenun organik yang dibuat menggunakan pewarna alami. “Dibutuhkan antara dua dan enam bulan untuk menghasilkan satu potong tenun. Tenun organik dengan pewarna alami membutuhkan waktu lebih lama dan bisa bertahun-tahun. Meski tidak besar, penghasilan saya cukup untuk menghidupi keluarga hingga pandemi,” ungkapnya.

Pembatasan aktivitas sosial dan melemahnya perekonomian akibat pandemi membuat penjualan tenun anjlok karena banyak orang menjadikan pemenuhan kebutuhan pokok sebagai prioritas. Namun, perempuan di Kampung Adat Nggela, termasuk Bibi Dida, tetap menenun. “Ini adalah satu-satunya keterampilan yang kami punyai dan kami harus mencari jalan untuk memasarkan tenun kami,” kata Bibi Dida.

Kegigihannya untuk melestarikan tenun kain terbayar saat ia mengikuti program pelatihan dan pendampingan yang diadakan oleh Kami Latu Initiative dan Yayasan Rame-Rame Jakarta pada pertengahan tahun ini. Bertema 'Mandiri dengan Menenun', pelatihan dan pendampingan ini merupakan bagian dari program Ketenagakerjaan dan Mata Pencarian yang didukung oleh ILO dan beberapa lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lainnya di Indonesia dan didanai oleh UN COVID-19 Response and Recovery Multi-Partner Trust Fund (UN MPTF).

Pelatihan yang diselenggarakan secara daring pada Juli 2021 dan diakhiri dengan kelas tatap muka pada pertengahan Agustus ini, mendorong Bibi Dida dan rekan-rekan penenunnya untuk belajar manajemen keuangan sederhana dan membuat pola tenun untuk berbagai produk turunan seperti aksesoris dan perhiasan, serta mulai menyajikan kisah menarik mengenai produk mereka untuk meningkatkan penjualan.

Kami sangat berharap program ini dapat memberdayakan perempuan Kampung Adat Nggela sehingga mereka dapat menghidupi keluarga mereka sambil mempertahankan warisan budaya yang berharga seperti tenun."

Navitri Putri Guillaume, staf ILO untuk proyek Ketenagakerjaan dan Mata Pencarian
Usai pelatihan, Bibi Dida mulai mempromosikan produk tenunnya dengan berbagi kisah pembuatan setiap helai kain yang ia jual. Bibi Dida juga menetapkan harga jual berdasarkan pengetahuan yang dia peroleh dari pelatihan dengan menghitung biaya tenaga dan waktu. Dengan memasarkan kain tenunnya secara digital melalui aplikasi WhatsApp, Bibi Dida berhasil menjual kain tenun motif pundi dengan harga lebih tinggi dari biasanya, yakni sebesar Rp 2 juta.

“Kami sangat berharap program ini dapat memberdayakan perempuan Kampung Adat Nggela sehingga mereka dapat menghidupi keluarga mereka sambil mempertahankan warisan budaya yang berharga seperti tenun,” kata Navitri Putri Guillaume, staf ILO untuk proyek Ketenagakerjaan dan Mata Pencarian.

Bibi Dida pun kini berencana membuat produk turunan seperti anting dan kalung dari kain tenun berkualitas tinggi dan memperluas pasarnya menggunakan jaringan baru yang dia bangun selama pelatihan. “Saya berniat menjual produk saya di toko suvenir di kawasan pariwisata Maumere yang pemiliknya saya kenal selama pelatihan,” ujar Bibi Dida penuh semangat.

Perluasan bisnis untuk membangun rumah impian

Semangat kewirausahaan baru Bibi Dida ini juga dirasakan oleh Semaya Atamai, 29 tahun, yang tinggal di ibu kota NTT, Kupang, bersama suami dan empat anaknya. Untuk menambah penghasilan keluarga, Semaya menjual jajanan berbahan dasar jagung pulut goreng. Jagung adalah makanan pokok sebagian besar masyarakat NTT dan jagung pulut goreng memang populer sebagai cemilan.

Semaya Atamai sedang menggoreng cemilan jagung pulut
Sebelum pandemi, Semaya bisa mendapatkan Rp 300.000 per hari dari menjual makanan ringan ke gedung perkantoran di dekat tempat tinggalnya. Namun, kebijakan bekerja dari rumah dan pembatasan aktivitas membuat pendapatannya turun hingga 80 persen. Keluarganya pun terpaksa hanya bergantung pada gaji suaminya yang bekerja sebagai tenaga honorer di Badan Pertanahan Nasional (BPN) NTT.

“Dengan hilangnya penghasilan tambahan, impian kami untuk membeli tanah dan membangun rumah pun seolah pupus,” cerita Semaya yang selama ini tinggal di salah satu wisma milik BPN.

Saya hanya membuat pesanan berdasarkan permintaan agar dapat menjaga kualitas dan kesegaran produk saya sehingga kepuasan pelanggan terjaga."

Semaya Atamai
Namun, dia tidak putus asa dan terus mencari peluang untuk mempertahankan bisnisnya. Berbekal informasi dari seorang teman, Semaya mendaftar untuk mengikuti pelatihan kewirausahaan daring yang diadakan oleh Lembaga Penelitian Universitas Kristen Artha Wacana (Lemlit UKAW) dan konsultan pengembangan bisnis RIWANI Globe pada Juli 2021.

Pelatihan ini juga merupakan bagian dari program Ketenagakerjaan dan Mata Pencarian, yang bertujuan untuk mendukung anak muda, perempuan dan kelompok rentan lainnya untuk membangun dan mengembangkan bisnis mereka di tengah pandemi COVID-19. “Kami percaya bahwa tersedianya kesempatan bagi lebih banyak perempuan dan kelompok rentan lainnya untuk berwirausaha dan memperoleh penghasilan akan memberi hasil positif bagi diri, keluarga dan masyarakat sekitarnya dalam jangka panjang,” ujar Budi Maryono, spesialis kewirausahaan ILO.

Berbekal ilmu yang didapat dari pelatihan kewirausahaan, Semaya mulai merombak strategi bisnisnya, mulai dari menghitung ulang biaya produksi, menetapkan harga jual yang sesuai dan memperbaharui rencana pemasaran. Ia menyadari bahwa pelanggan mencari barang-barang berkualitas tinggi yang baru diproduksi sehingga Semaya pun memutuskan menerapkan strategi pemasaran baru, yakni dengan memproduksi produknya berdasarkan pesanan.

Kami percaya bahwa tersedianya kesempatan bagi lebih banyak perempuan dan kelompok rentan lainnya untuk berwirausaha dan memperoleh penghasilan akan memberi hasil positif bagi diri, keluarga dan masyarakat sekitarnya dalam jangka panjang."

Budi Maryono, spesialis kewirausahaan ILO
Berbekal ilmu yang didapat dari pelatihan kewirausahaan, Semaya mulai merombak strategi bisnisnya, mulai dari menghitung ulang biaya produksi, menetapkan harga jual yang sesuai dan memperbaharui rencana pemasaran. Ia menyadari bahwa pelanggan mencari barang-barang berkualitas tinggi yang baru diproduksi sehingga Semaya pun memutuskan menerapkan strategi pemasaran baru, yakni dengan memproduksi produknya berdasarkan pesanan.

“Saya hanya membuat pesanan berdasarkan permintaan agar dapat menjaga kualitas dan kesegaran produk saya sehingga kepuasan pelanggan terjaga,” katanya.

Selain itu, Semaya pun memanfaatkan peluang untuk menjual produknya di toko yang dikelola oleh Dewan Kerajinan Nasional (Dekranasda) NTT, sebuah organisasi yang membantu bisnis lokal mempromosikan produk mereka. Akses ke pasar baru ini telah membantu Semaya meningkatkan kapasitas produksi dan pendapatannya. Ia pun yakin bahwa pengetahuan kewirausahaan yang baru ia dapatkan akan membantunya meningkatkan bisnis dan mewujudkan mimpinya untuk membangun rumah bagi keluarganya.

“Berdasarkan informasi yang saya pelajari dari pelatih Lemlit UKAW, saya dapat memperluas pasar saya ke Dekranasda. Hal ini menyadarkan saya bahwa selama kita mampu melihat dan menangkap peluang, sekecil apapun itu, kita bisa mendapatkan hasil positif di tengah pandemi COVID-19,” ujar Semaya.