Melindungi dan mengelola kesehatan mental di tempat kerja saat COVID-19

Pengaturan dan kondisi kerja telah banyak berubah akibat pandemi COVID-19, yang menghadirkan tantangan psikososial baru bagi kesehatan dan kesejahteraan pekerja. Staf Teknis ILO, Grace Monica Halim, membagikan wawasannya tentang tindakan untuk mengatasi masalah ini.

Analysis | Jakarta, Indonesia | 15 September 2021
Kesehatan mental telah menjadi perhatian ILO jauh sebelum COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi global pada Maret tahun lalu. Grace Monica Halim, Staf Teknis ILO Jenewa, menyoroti bahwa masalah kesehatan mental di tempat kerja telah membebani ekonomi global hingga US$ 1 triliun setiap tahunnya karena hilangnya produktivitas. Di Swiss, misalnya, tambahan beban biaya stres terkait pekerjaan selama pandemi meningkat 600 juta Franc Swiss setiap bulannya dari 7,6 miliar Franc sebelum pandemi.

Bekerja jarak jauh membawa stres baru karena pekerja menjadi lebih terisolasi atau berkutat dengan tanggung jawab keluarga dan profesional
Dia menjelaskan bahwa stres terkait pekerjaan mencakup berbagai kondisi, seperti terlalu banyak bekerja, ketiadaan jaminan kerja, dan keseimbangan kehidupan dan kerja yang kabur. Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya mengelola stres kerja untuk membantu mengurangi risiko kecelakaan kerja yang dapat mengakibatkan hilangnya hari kerja dan efek negatif pada produktivitas.

Pengusaha memiliki peran kunci untuk memastikan kesejahteraan pekerja dengan menangani masalah kesehatan mental melalui manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3)."

Grace Monica Halim, Staf Teknis ILO Jenewa
“Pengusaha memiliki peran kunci untuk memastikan kesejahteraan pekerja dengan menangani masalah kesehatan mental melalui manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3),” katanya di hadapan lebih dari 2.200 pemirsa webinar interaktif, “Kesehatan Mental Pekerja Terapit Pandemi: Bagaimana Kerja Cerdas Bekerja?” pada 9 September.

Webinar ini diselenggarakan ILO bersama Tempo, sebuah media terkemuka di Indonesia. Webinar ini juga menandai webinar pertama dari serangkaian webinar yang diadakan Proyek Meningkatkan Pencegahan COVID-19 di dan melalui Tempat Kerja ILO. Didanai oleh Pemerintah Jepang, acara ini bertujuan untuk membagikan praktik terbaik dan masukan penting untuk pemulihan COVID-19 yang dapat membuat ekonomi, perusahaan dan pekerja memiliki pijakan yang lebih kuat selama dan setelah pandemi.

Meningkatnya masalah kesehatan mental juga ditunjukkan oleh survei cepat Tempo yang dilakukan menjelang webinar. Survei tersebut mengungkapkan bahwa 72,4 persen dari 2.700 pembaca mengakui bahwa COVID-19 telah memengaruhi kesehatan mental mereka karena tidak adanya jaminan keuangan dan kurangnya keseimbangan kehidupan dan kerja sebagai penyebab utama.

Grace M. Halim
Menanggapi survei tersebut, Grace menggarisbawahi peran penting tempat kerja sebagai tempat untuk mematahkan stigma terkait kesehatan mental. Stigma negatif terhadap kesehatan mental membuat para pekerja enggan terbuka dengan kondisi mental mereka yang sebenarnya. “Masalah kesehatan tidak hanya fisik, tetapi juga mental. Stres dapat menimbulkan dampak lain, antara lain kecelakaan kerja, penurunan kualitas kerja,” ungkapnya.

Oleh karena itu, peran manajemen, menurut Grace, lebih penting untuk mendukung tim mereka agar mau memahami dan mengungkapkan kesehatan mental mereka. “Pandemi telah mendorong kami untuk mengakui masalah kesehatan mental sebagai bagian dari masalah tempat kerja. Ketika kita memikirkan K3, kesehatan mental juga harus menjadi yang terdepan dalam pikiran kita,” tambahnya.

Tiga Konvensi ILO No. 155, 161 dan 187 membahas masalah kesehatan mental di bawah prinsip-prinsip kebijakan K3. Lantas, apa yang dapat dilakukan di tempat kerja untuk membantu mengatasi dan mempromosikan kesejahteraan pekerja? Menurut Grace, jawabannya jelas: dialog sosial. “Sebagaimana didorong oleh ILO, dialog sosial telah diakui sebagai sarana untuk meningkatkan kondisi pekerja melalui kerja sama yang konstruktif antara pengusaha dan pekerja.”

Indonesia dapat mengadopsi praktik terbaik global pada saat krisis untuk mengatasi kesehatan mental pekerja dengan lebih baik. Malaysia, Chili, negara-negara Eropa dan Amerika Serikat adalah beberapa negara yang telah membuat pedoman dan kebijakan praktis tentang kesehatan mental dan kesejahteraan pekerja."

Melalui dialog sosial, baik pengusaha maupun pekerja dapat berperan aktif dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman secara psikologis. Selain itu, pengusaha dapat menciptakan budaya kerja yang mendukung melalui penilaian risiko dan menghasilkan strategi dengan pendekatan lintas fungsi yang memadukan sumber daya manusia, manajemen risiko, dan manajemen K3—strategi yang akan menyatukan praktik yang baik di tempat kerja serta penghapusan dan pencegahan risiko.

“Indonesia dapat mengadopsi praktik terbaik global pada saat krisis untuk mengatasi kesehatan mental pekerja dengan lebih baik. Malaysia, Chili, negara-negara Eropa dan Amerika Serikat adalah beberapa negara yang telah membuat pedoman dan kebijakan praktis tentang kesehatan mental dan kesejahteraan pekerja. Sebuah situs web, sebagai pusat referensi untuk mengarahkan informasi kesehatan mental dan membimbing orang ke dukungan yang diperlukan, juga merupakan salah satu caranya,” kata Grace.

ILO telah membuat Daftar Periksa Pencegahan Stres di Pemeriksaan Tempat Kerja untuk memperbaiki kondisi tempat kerja dan mencegah stres di tempat kerja yang juga tersedia secara daring dan dalam aplikasi seluler. Hal ini penting bagi otoritas nasional, perusahaan, serikat pekerja, praktisi K3 dan pihak terkait lainnya untuk mengelola pencegahan stres di tempat kerja. Hal ini sejalan dengan upaya ILO untuk membangun manajemen K3 yang kuat dan tangguh, mempromosikan pekerjaan yang layak, dan dialog sosial.

Siaran langsung webinar interaktif dapat dilihat di ILO TV Indonesia