Dampak kami, suara mereka

Membuka pintu kewirausahaan bagi transgender

Studi ILO 2016 menunjukkan bahwa hanya 10 persen transgender yang bekerja di perekonomian formal. Kursus pelatihan ILO meningkatkan dan memperkuat keterampilan wirausaha dan bisnis para transgender.

Article | Sentul, Jawa Barat, Indonesia | 18 December 2018
Peserta Pelatihan Memulai Bisnis Anda belajar menentukan ide usaha
Penyelenggara pernikahan, layanan katering, perusahaan pakaian online, salon kecantikan dan bisnis audiovisual adalah beberapa ide dan rencana bisnis yang diidentifikasi oleh para peserta dalam Pelatihan Memulai Bisnis Anda (SYB), yang diselenggarakan oleh ILO pada 30 Oktober hingga 3 November di Bogor, Jawa Barat.

Pelatihan penciptaan usaha ini merupakan tindak lanjut langsung dari pelatihan pendidikan keuangan tahun 2017 bagi para transgender. Ini merupakan bagian dari upaya ILO untuk mempromosikan pengembangan keterampilan dan peningkatan kemampuan kerja, mendukung keragaman di tempat kerja dan kesempatan kerja yang setara.

Sekarang, setelah belajar cara memulai bisnis, saya benar-benar ingin meluncurkan perusahaan pakaian online. Saya juga ingin mengubah persepsi bahwa transgender hanya pandai membangun bisnis kecantikan seperti salon kecantikan. Seperti orang lain, kami juga memiliki minat bisnis dalam pakaian, katering dan bahkan layanan komputer."

Merlyn Sopjan, salah satu peserta
“Sekarang, setelah belajar cara memulai bisnis, saya benar-benar ingin meluncurkan perusahaan pakaian online. Saya juga ingin mengubah persepsi bahwa transgender hanya pandai membangun bisnis kecantikan seperti salon kecantikan. Seperti orang lain, kami juga memiliki minat bisnis dalam pakaian, katering dan bahkan layanan komputer,” ujar Merlyn Sopjan, salah satu peserta.

Sementara itu, Lenny Sugiharto ingin mengembangkan bisnis penyelenggara pernikahan miliknya. Dia mengakui telah mempelajari pentingnya promosi dan pembukuan. “Dulunya, saya tidak pernah berpikir untuk mengiklankan bisnis saya. Selama pelatihan saya belajar bagaimana melakukan promosi yang baik. Saya tidak sabar untuk memperluas bisnis saya dengan promosi yang lebih baik dan membuatnya berkelanjutan melalui pembukuan yang baik,” kata dia.

Dulunya, saya tidak pernah berpikir untuk mengiklankan bisnis saya. Selama pelatihan saya belajar bagaimana melakukan promosi yang baik. Saya tidak sabar untuk memperluas bisnis saya dengan promosi yang lebih baik dan membuatnya berkelanjutan melalui pembukuan yang baik."

Lenny Sugiharto, salah satu peserta
Selama lima hari, menggunakan Modul SYB ILO, para peserta belajar tentang menyusun dan mewujudkan ide bisnis, mengembangkan rencana pemasaran, menghitung biaya produk dan layanan, menemukan sumber modal dan investasi, serta memulai perencanaan keuangan mereka. Dengan menggunakan pendekatan partisipatif, pelatihan ini memadukan sesi teoritis dengan praktis dalam format permainan bisnis dan permainan peran.

“Permainan bisnis yang diterapkan dalam pelatihan adalah replikasi dari bisnis aktual dengan tantangan dan kebutuhan bisnis yang nyata. Pelatihan ini juga memberikan peserta keterampilan manajemen yang baru dan lebih baik untuk merealisasikan ide bisnis mereka atau menjalankan bisnis mereka dengan sukses,” Tendy Gunawan, Staf Program ILO yang turut memfasilitasi pelatihan ini menjelaskan.

Belajar dari para pengusaha sukses

Chenny Han berbagi pengalaman bisnisnya
Dua pengusaha transgender yang sukses turut diundang untuk lebih menginspirasi para peserta tentang bagaimana merealisasikan ide bisnis dan memulai bisnis mereka sendiri. Chenny Han, seorang wirausaha pengantin dan kecantikan yang sukses, dan Dena Rachman, seorang perancang sepatu dan wirausaha muda, berbagi perjalanan bisnis dan tantangan yang harus mereka hadapi ketika membangun bisnis mereka.

Saya tahu rasanya menjadi orang yang berbeda. Namun, fokuslah pada bakat kita dan terus meningkatkan keterampilan serta tidak pernah berhenti belajar, kita dapat memperoleh kepercayaan dan apresiasi orang yang menjadi kunci untuk bisnis yang sukses."

Chenny Han, seorang wirausaha pengantin dan kecantikan yang sukses
“Saya memulai bisnis hanya dengan delapan gaun pengantin sewaan. Untuk menarik lebih banyak pelanggan, saya memberikan layanan rias pengantin gratis bagi pelanggan yang menyewa gaun pengantin dari saya. Mulai dari yang kecil, karena hal-hal besar selalu dimulai dari yang kecil,” kisah Chenny yang telah membangun bisnis kecantikannya selama 20 tahun dan dia kini telah menjadi perancang gaun pengantin, perias artis dan penulis terkenal. Dia memiliki usaha gaun pengantin Chenny dan tiga sekolah kecantikan di Jakarta, Semarang dan Surabaya.

Dia juga berbagi tantangan yang harus dia hadapi sebagai pengusaha trasngender. “Saya tahu rasanya menjadi orang yang berbeda. Namun, fokuslah pada bakat kita dan terus meningkatkan keterampilan serta tidak pernah berhenti belajar, kita dapat memperoleh kepercayaan dan apresiasi orang yang menjadi kunci untuk bisnis yang sukses," ia berbagi perjalanan hidupnya.

Dena Rachman berbagi strategi bisnis
Sebagai wirausaha muda, Dena berbagi strategi bisnis mempergunakan saluran media sosial. Dia mulai merancang dan membuat sepatu dengan merek "Drama" sejak tahun 2015. "Saya menggunakan jaringan media sosial seperti Instagram dan Facebook untuk menjual sepatu saya. Melalui media sosial, kita tidak perlu toko sungguhan untuk menjual produk kita,” kata Dena.

Terlepas dari stigma dan diskriminasi terhadap orang-orang transgender, kita harus terus membuka diri terhadap lingkungan sekitar kita. Kita juga harus inklusif dan membangun jaringan dengan lingkungan kita."

Dena Rachman, seorang perancang sepatu dan wirausaha muda
Dia juga mengingatkan para peserta untuk terus membuka diri kepada masyarakat luas. “Terlepas dari stigma dan diskriminasi terhadap orang-orang transgender, kita harus terus membuka diri terhadap lingkungan sekitar kita. Kita juga harus inklusif dan membangun jaringan dengan lingkungan kita,” tambah Dena.

“Transgender perempuan dan laki-laki masih menghadapi diskriminasi di semua tahap pekerjaan. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk membangun keterampilan dan kemampuan mereka untuk bekerja, serta untuk mewujudkan ide bisnis menjadi kenyataan dengan memulai atau meningkatkan bisnis mereka. Dengan menciptakan perusahaan sendiri, mereka dapat mengembangkan peluang kerja sendiri sebagai pengusaha dan bahkan dapat menawarkan kesempatan kerja kepada orang lain,” demikian Early D. Nuriana, staf program ILO tentang HIV dan AIDS.