Indonesia memfokuskan program pekerja anak di daerah pedesaan

Indonesia sedang mengkaji Peta Jalan Bebas Pekerja Anak pada 2022. ILO dan mitra Kementeriannya memeriksa kemajuan yang telah dicapai dan meningkatkan upaya untuk memenuhi komitmen global dalam mengakhiri pekerja anak pada 2025.

News | Jakarta, Indonesia | 24 August 2021
Mayoritas pekerja anak di Indonesia berada di sektor pertanian (c) ILO/A. Mirza
Peta Jalan menuju Indonesia Bebas Pekerja Anak pada 2022 akan berakhir dalam waktu satu tahun. Sejalan dengan Tahun Internasional Penghapusan Pekerja Anak 2021, ILO menyelenggarakan Dialog Kebijakan, “Menuju Indonesia yang Bebas dari Pekerja Anak”, untuk mengkaji kemajuan yang dicapai dan tantangan ke depan menuju terwujudnya Peta Jalan tersebut.

Kita harus bertindak sekarang. Kita perlu menetapkan tujuan baru untuk Peta Jalan yang dapat terus mengurangi insiden pekerja anak. PBB, ILO dan mitra terkait terus berupaya meningkatkan aksi untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Sasaran 8.7."

Valerie Juliand, Kepala Perwakilan PBB untuk Indonesia
Dialog Kebijakan yang diadakan pada 18 Agustus menghadirkan perwakilan kunci dari beberapa kementerian yang menangani masalah ketenagakerjaan terkait dengan penghapusan pekerja anak: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Kementerian Ketenagakerjaan. Mereka berbagi pembelajaran tentang program pekerja anak dan mengoordinasikan berbagai upaya untuk menetapkan tujuan baru yang sejalan dengan komitmen untuk mengakhiri semua bentuk pekerja anak pada 2025.

Valerie Juliand, Kepala Perwakilan PBB untuk Indonesia, mengingatkan semua pemangku kepentingan terkait untuk terfokus pada pekerja yang berpenghasilan rendah dan keluarganya selama pandemi COVID-19. Pandemi telah meningkatkan tekanan terhadap anak-anak dari keluarga ini untuk memasuki dunia kerja, sementara anak-anak yang sudah bekerja cenderung bekerja lebih lama.

“Kita harus bertindak sekarang. Kita perlu menetapkan tujuan baru untuk Peta Jalan yang dapat terus mengurangi insiden pekerja anak. PBB, ILO dan mitra terkait terus berupaya meningkatkan aksi untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Sasaran 8.7,” katanya dalam sambutan pembukaannya.

Studi global ILO tahun 2020 menunjukkan bahwa ada sekitar 160 juta pekerja anak (63 juta anak perempuan dan 97 juta anak laki-laki), yang mewakili 1 dari 10 anak di seluruh dunia. Selain itu, kemungkinan peningkatan kemiskinan akibat COVID-19 dapat membalikkan kemajuan bertahun-tahun dalam memerangi pekerja anak. Diperkirakan akan ada tambahan 9 juta anak yang berisiko menjadi pekerja anak pada 2022.

Prevalensi pekerja anak usia 15-17 tahun diproyeksikan sekitar 2,2 persen pada 2025 atau setara dengan sekitar 293.000 anak. Namun, COVID-19 bisa menjadi game changer dan kita perlu mempelajari lebih lanjut dampak pandemi terhadap pekerja anak di Indonesia."

Irham Saifuddin, Staf Program ILO
Mengutip data terbaru untuk Indonesia, Irham Saifuddin, Staf Program ILO, mengatakan bahwa temuan terbaru ILO berdasarkan eksplorasi data Survei Tenaga Kerja Nasional (Sakernas) 2011-2020 mengungkapkan bahwa ada tren penurunan pekerja anak dan anak yang bekerja di negeri ini. Tidak terjadi peningkatan pekerja anak yang signifikan akibat pandemi.

Prevalensi pekerja anak usia 15-17 tahun menurun dari 31 per 1.000 anak pada 2019 menjadi 26 pada 2020. Data Sakernas 2021 juga mengungkapkan, jumlah pekerja anak usia 15-17 tahun turun 500.000 selama periode Februari 2020-Februari 2021.

Irham mengingatkan, mayoritas pekerja anak Indonesia masih ditemukan di pedesaan, yang didominasi sektor pertanian. Selain pertanian, sektor manufaktur dan jasa menjadi dua sektor utama pekerja anak di Indonesia. “Prevalensi pekerja anak usia 15-17 tahun diproyeksikan sekitar 2,2 persen pada 2025 atau setara dengan sekitar 293.000 anak. Namun, COVID-19 bisa menjadi game changer dan kita perlu mempelajari lebih lanjut dampak pandemi terhadap pekerja anak di Indonesia,” ujarnya.

Program pendidikan di daerah pedesaan menjadi kunci dalam penghapusan pekerja anak (c) ILO/A. Mirza
Menanggapi data dan kondisi terkini Indonesia terkait pekerja anak, Mahatmi P. Saronto, Direktur Bidang Ketenagakerjaan Bappenas, Ciput E. Purwanti, Asisten Deputi Khusus Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Yuli Adiratna, Direktur Pengawasan Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan sepakat bahwa pemerintah Indonesia harus terfokus pada daerah pedesaan untuk penghapusan pekerja anak demi mencapai target tahun 2025. Fokus tersebut juga harus mencakup pembangunan dan pemberdayaan daerah pedesaan, termasuk otoritas dan pemangku kepentingan terkait, sebagai prioritas.

Kita perlu meningkatkan data pekerja anak yang kita punyai sehingga kita dapat melakukan intervensi langsung di tingkat pedesaan. Berdasarkan data tersebut, kami akan berkoordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengidentifikasi lokasi dan nama di tingkat desa sehingga memungkinkan intervensi langsung yang sesuai sasaran demi mencapai target bebas pekerja anak pada 2025."

Mahatmi P. Saronto, Direktur Bidang Ketenagakerjaan Bappenas
“Kita perlu meningkatkan data pekerja anak yang kita punyai sehingga kita dapat melakukan intervensi langsung di tingkat pedesaan. Berdasarkan data tersebut, kami akan berkoordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengidentifikasi lokasi dan nama di tingkat desa sehingga memungkinkan intervensi langsung yang sesuai sasaran demi mencapai target bebas pekerja anak pada 2025,” kata Mahatmi.

Senada, Ciput Purwanti mengatakan bahwa kawasan pedesaan telah menjadi bagian dari wilayah prioritas Kementeriannya. Namun, dia mengakui bahwa ada kebutuhan mendesak untuk memperkuat advokasi pekerja anak kepada otoritas dan pemimpin pedesaan. “Kita perlu terus mengadvokasi otoritas dan para tokoh di desa-desa agar mereka lebih sadar dan terlibat dalam penghapusan pekerja anak. Kami juga berencana memperluas zona bebas pekerja anak ke tingkat desa,” katanya.

Kita perlu terus mengadvokasi otoritas dan para tokoh di desa-desa agar mereka lebih sadar dan terlibat dalam penghapusan pekerja anak. Kami juga berencana memperluas zona bebas pekerja anak ke tingkat desa."

Ciput E. Purwanti, Asisten Deputi Khusus Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Sementara dari sisi ketenagakerjaan, Yuli Adiratna menekankan upaya terkoordinasi dengan mengaitkan isu pekerja anak dan migrasi kerja. Kementerian Ketenagakerjaan telah memberdayakan desa untuk membentuk desa migrasi produktif. “Kita bisa mengarusutamakan masalah pekerja anak ke dalam program pemberdayaan calon pekerja migran dan kita juga bisa memanfaatkan program pelatihan vokasi di tingkat masyarakat untuk memberikan keterampilan yang dibutuhkan anak usia sekolah,” pungkasnya.

Bharati Pflug, Spesialis Senior untuk Pekerja Anak dari ILO untuk Asia dan Pasifik, mengakhiri Dialog Kebijakan dengan rekomendasi untuk mengintegrasikan dan meningkatkan program-program yang berhasil dari berbagai pemangku kepentingan untuk mempercepat penghapusan pekerja anak. Ia juga mengakhiri dengan menegaskan komitmen ILO untuk mendukung upaya Indonesia dalam memperbarui Peta Jalan dan dalam meningkatkan upaya mencapai Indonesia yang bebas dari pekerja anak.

Siaran langsung acara ini dapat ditonton melalui ILO TV Indonesia.