Indonesia belajar dari Inggris dalam membangun layanan ketenagakerjaan publik

Seiring dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah mengenai Jaminan Kehilangan Pekerjaan, Indonesia saat ini tengah berupaya memperkuat kapasitas lembaga ketenagakerjaan dalam memberikan layanan pelatihan dan penempatan kerja bagi para penganggur. Para pembuat kebijakan di Indonesia belajar dari pengalaman negara-negara lain dalam membangun layanan ketenagakerjaan publik yang efektif.

News | Jakarta, Indonesia | 01 April 2021
Laiknya skema di negara-negara lain, skema perlindungan pengangguran di Indonesia, atau dikenal dengan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), mempunyai dua fitur utama: manfaat tunai dan kebijakan pasar tenaga kerja aktif (KPTKA). Sementara pemerintah sudah mulai memungut kontribusi dan dijadwalkan untuk melakukan pembayaran manfaat tunai dalam 12 bulan mendatang, sisi KPTKA masih perlu digarap. Untuk mendukung pemerintah membangun KPTKA, ILO memfasilitasi sebuah webinar untuk berbagi pengalaman dengan Inggris dalam mengatasi pengangguran pada Kamis, 25 Maret.

Webinar bertajuk "Countering Unemployment in the United Kingdom" diadakan bersama dengan Kementerian Ketenagakerjaan
“Asuransi pengangguran dan KPTKA saling terkait satu sama lain di berbagai negara. Kombinasi kedua fitur ini dapat memberikan perlindungan yang efektif bagi para pengganggur melalui penggantian pendapatan sementara dan sebagian serta akses terhadap informasi pasar kerja. Indonesia telah memiliki skema asuransi pengangguran dan kini saatnya untuk meningkatkan layanan ketenagakerjaan. Kami merasa ini merupakan saat yang tepat bagi para pemimpin di Indonesia untuk belajar dari praktik-praktik internasional, dalam hal ini Inggris,” ujar Ippei Tsuruga, Manajer Proyek Perlindungan Pengangguran (UNIQLO) ILO. .

Inggris merupakan salah satu negara yang memiliki kebijakan progresif untuk mengatasi pengagguran. Hari ini kita dapat menambah wawasan berdasarkan pengalaman mereka dan jika memungkinkan, menerapkan praktik-praktik baik di Indonesia."

Rasyid Amir, Pelaksana Tugas Direktur Pengembagan Pasar Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan RI
Webinar ini dibuka oleh Rasyid Amir, Pelaksana Tugas Direktur Pengembagan Pasar Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan RI. Dia berharap, para staf pemerintah dan mitra sosial lainnya dapat belajar dari pengalaman Inggris dalam membangun layanan ketenagakerjaan. “Inggris merupakan salah satu negara yang memiliki kebijakan progresif untuk mengatasi pengagguran. Hari ini kita dapat menambah wawasan berdasarkan pengalaman mereka dan jika memungkinkan, menerapkan praktik-praktik baik di Indonesia,” kata Rasyid dalam sambutan pembukaannya.

Lebih dari 90 staf pemerintah dan perwakilan serikat pekerja hadir dalam acara daring ini. ILO mengundang John West, mantan staf Kementerian Ketenagakerjaan dan Pendidikan Inggris sebagai pembicara. John memaparkan rangkuman laporannya “Mengatasi Pengangguran di Inggris” yang telah dipublikasikan awal tahun ini. Dalam laporannya, ia memaparkan evolusi kebijakan untuk mengatasi pengangguran di Inggris pada rentang tahun 1970-2000.

“Pada tahun 1970-an, angka pengangguran di Inggris melonjak tajam akibat krisis minyak yang diikuti resesi ekonomi dan inflasi tinggi. Selama krisis, banyak kebijakan yang dibuat untuk mengatasi pengangguran. Sejumlah kebijakan bekerja dengan baik, namun sebagian lainnya memerlukan peningkatan. Ini memberikan ilustrasi bagaimana keadaan dapat memengaruhi proses pembuatan kebijakan. Kebijakan kerapkali bukanlah sesuatu yang kita buat untuk mengubah keadaan di masyarakat, namun untuk merespons keadaan yang ada,” John memulai presentasinya.

Memodernisasi program-program ketenagakerjaan

Salah satu kebijakan yang diambil adalah memodernisasi layanan ketenagakerjaan dan pelatihan. Menurut John, pemerintah Inggris saat itu sadar bahwa pasar kerja sedang tidak dinamis dan produktivitas perlu ditingkatkan. Karenanya, pemerintah memutuskan untuk membentuk lembaga semi independen untuk melaksanakan layanan ketenagakerjaan publik dan pelatihan. “Tujuan dibentuknya lembaga ini adalah untuk mengelola layanan-layanan yang tidak sensitif secara politik seperti layaknya sebuah bisnis. Lembaga-lembaga ini tidak tergantung pada keputusan menteri dalam operasional sehari-harinya,” jelasnya.

Skema perlindungan pengangguran di Indonesia, atau dikenal dengan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), akan menguntungkan pekerja Indonesia
Dua institusi dibentuk: satu untuk memodernisasi layanan pergantian tenaga kerja – dinamakan Jobcentres – dan satu lagi untuk mengembangkan pelatihan dan pemagangan. Di Jobcentres, orang-orang, apapun status pekerjaannya, dapat mengakses lowongan kerja yang tersedia dan berkonsultasi dengan konselor pekerjaan tentang rencana karier mereka. Sementara untuk pemagangan, pemerintah membentuk Dewan Pelatihan Industrial untuk menyusun standar-standar pemagangan di setiap sektor industri dan memberlakukan restribusi pajak bagi pengusaha yang bisa melakukan klaim jika menjalankan pelatihan dengan standar yang sudah ditetapkan.

Untuk penganggur jangka panjang, pemerintah Inggris menginisiasi program pekerjaan komunitas. Program ini memungkinkan seseorang yang menganggur dalam waktu lama untuk menerima upah minimum dengan melakukan pekerjaan yang berguna bagi komunitas atau masyarakat setempat. Selain itu, penganggur juga akan diundang ke Jobcentres untuk konseling karier di mana mereka akan mendapat panduan untuk menyusun rencana aksi dan diberikan kursus-kursus motivasi."

Di tahun 1980-an, program-program ketenagakerjaan semakin berkembang dengan pemerintah memfokuskan program untuk kelompok yang paling rentan: anak muda dan penganggur jangka panjang. Untuk anak muda yang kesulitan memasuki pasar kerja, pemerintah membentuk Work Experience Programme (WEP) atau Program Pengalaman Kerja, di mana anak muda diberi kesempatan untuk ditempatkan di suatu perusahaan selama enam bulan untuk mengenal dunia kerja.

“Skema ini sedikit berbeda dengan pemagangan mengingat pengusaha tidak memiliki kewajiban untuk memberikan kontrak kerja, baik selama program berlangsung maupun setelah selesai. Namun, ketika kondisi perusahaan membaik dan lowongan pekerjaan tersedia, biasanya pengusaha akan merekrut seseorang yang sudah mereka kenal,” ungkap John.

Penganggur jangka panjang kerap mengalami demotivasi. Mereka menjadi tergantung pada manfaat tunai. Untuk menghindari hal ini, pemerintah membuat skema di mana penganggur tidak bisa menerima manfaat tunai apabila mereka tidak berkomitmen terhadap rencana aksi yang telah disepakati."

John West, mantan staf Kementerian Ketenagakerjaan dan Pendidikan Inggris
Untuk penganggur jangka panjang, pemerintah Inggris menginisiasi program pekerjaan komunitas. Program ini memungkinkan seseorang yang menganggur dalam waktu lama untuk menerima upah minimum dengan melakukan pekerjaan yang berguna bagi komunitas atau masyarakat setempat. Selain itu, penganggur juga akan diundang ke Jobcentres untuk konseling karier di mana mereka akan mendapat panduan untuk menyusun rencana aksi dan diberikan kursus-kursus motivasi.

“Penganggur jangka panjang kerap mengalami demotivasi. Mereka menjadi tergantung pada manfaat tunai. Untuk menghindari hal ini, pemerintah membuat skema di mana penganggur tidak bisa menerima manfaat tunai apabila mereka tidak berkomitmen terhadap rencana aksi yang telah disepakati. Tunjangan di tempat kerja juga disusun sedemikian rupa sehingga menarik orang-orang untuk mau bekerja. Dengan demikian, penganggur harus mencari dan menerima pekerjaan untuk dapat mengakses tunjangan-tunjangan tersebut,” John menjelaskan lebih lanjut.

Pelajaran bagi para staf pemerintah

Di akhir pemaparannya, John menyarankan para staf di pemerintahan agak terus belajar dan bereksperimen karena program ketenagakerjaan harus terus berkembang mengikuti keadaan ekonomi dan perubahan industri. Ia menambahkan bahwa para staf harus membangun rasa kepemilikan dan komitmen terhadap program, demi keberlangsungan dan pengembangan program.

Layanan-layanannya sebenarnya sudah ada. Pemerintah dan mitra sosial lain hanya perlu membuat keterkaitan dan membagi tugas antar lembaga. Indonesia memiliki waktu satu tahun untuk mempersiapkan sebelum pembayaran manfaat tunai pertama dilakukan."

Ippei Tsuruga, Manajer Proyek Perlindungan Pengangguran (UNIQLO) ILO 
Terakhir, Ia juga menyarankan para staf untuk bisa memanfaatkan krisis. “Jangan sia-siakan krisis. Ini adalah saat yang tepat untuk meyakinkan para politisi untuk mendukung kebijakan yang Anda usulkan,” nasihat John.

Pembentukan KPTKA memerlukan dorongan politik yang kuat untuk melakukan perubahan, terutama dalam mensinergikan lembaga ketenagakerjaan dan pengalokasian dana. Ippei memahami bahwa KPTKA masih terdengar asing bagi sebagian pemangku kepentingan. Namun, ia optimis bahwa Indonesia dapat meningkatkan layanan ketenagakerjaannya dalam setahun mendatang. “Layanan-layanannya sebenarnya sudah ada. Pemerintah dan mitra sosial lain hanya perlu membuat keterkaitan dan membagi tugas antar lembaga. Indonesia memiliki waktu satu tahun untuk mempersiapkan sebelum pembayaran manfaat tunai pertama dilakukan,” ujar Ippei dalam kata penutupnya.

ILO akan terus memberikan bantuan teknis bagi pemerintah Indonesia dan para mitra sosial dalam membentuk KPKTA. Melalui Proyek Perlindungan Pengangguran (UNIQLO), yang didanai oleh Fast Retailing Co., Ltd. serta Proyek Mempromosikan dan Membangun Perlindungan Sosial, didanai Pemerintah Jepang, ILO akan memfasilitasi diskusi antara pembuat kebijakan dan membagikan praktik internasional sebagai bahan pembelajaran.