Ketenagakerjaan muda

Meraih Masa Depan yang Lebih Baik dan Kreatif dengan Kewirausahaan

Program kewirausahaan bersama ILO dan UNHCR terus berlanjut ke gelombang kedua bersama para wirausaha muda yang penuh antusiasme. Mereka siap mengembangkan dan memperluas usaha mereka.

News | Jakarta, Indonesia | 05 February 2020
Dengan percaya diri, Nashaat Jihat menerima sertifikat kelulusan yang diberikan Kazutoshi Chatani, Spesialis Ketenagakerjaan ILO dan Ann Maymann, perwakilan Komisaris Tinggi PBB untuk Badan Pengungsi (UNHCR) pada Hari Kelulusan dan Pameran Bisnis: Kelas Kewirausahaan Gelombang 2 di Jakarta pada 31 Januari.

Para lulusan saat Hari Kelulusan dan Pameran Bisnis: Kelas Kewirausahaan Gelombang 2
Nashaat merupakan salah seorang dari 34 lulusan program pelatihan enam bulan untuk pengusaha dan pengungsi Indonesia bertajuk “Pelatihan Siap Usaha” (Ready for Business Training) yang diselenggarakan oleh ILO dan UNHCR dengan dukungan dari Universitas Atma Jaya dan Dompet Dhuafa.

Nashaat adalah seorang dokter gigi lulusan Ukraina di negara asalnya, Irak. Namun, ia harus menghentikan praktik dokter giginya ketika harus mengungsi ke Indonesia. “Saya merasa putus asa karena tidak bisa melanjutkan praktik dokter gigi saya. Melalui program ini saya belajar saya bisa melakukan banyak hal selain menjadi dokter gigi. Program ini telah membuka pintu baru bagi saya sebagai wirausaha,“ ujarnya dengan optimis.

Nashaat Jihat berbagi mimpi kewirausahaannya

Akses yang lebih besar terhadap ekonomi dan mata pencarian sangat penting bagi para pengungsi. Proyek percontohan ini mungkin berskala kecil tetapi menjadi langkah awal yang penting. ILO terus mendukung upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam menyusun peraturan yang memungkinkan para pengungsi aktif secara ekonomi."

Kazutoshi Chatani, Spesialis Ketenagakerjaan ILO
Kisah hidup Nashaat adalah kisah kehidupan yang umum ditemui pada lebih 14.000 pengungsi di Indonesia. Untuk itu, Kazutoshi Chatani, mengingatkan para peserta tentang berbagai kesulitan yang harus dihadapi para pengungsi. Tidak hanya harus meninggalkan kehidupan, pekerjaan, harta benda dan negara mereka karena bencana alam, konflik serta kekerasan, mereka pun harus membangun kehidupan baru di negara asing.

“Akses yang lebih besar terhadap ekonomi dan mata pencarian sangat penting bagi para pengungsi. Proyek percontohan ini mungkin berskala kecil tetapi menjadi langkah awal yang penting. ILO terus mendukung upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam menyusun peraturan yang memungkinkan para pengungsi aktif secara ekonomi,” kata Kazutoshi.

Perwakilan dari Gugus Tugas Pengungsi Indonesia, UNHCR, ILO, Dompet Dhuafa dan Universitas Atma Jaya memamerkan contoh-contoh produk dari para lulusan pelatihan

Hingga saat ini semua pengungsi di negara ini telah berasimilasi dan berbaur dengan masyarakat setempat. Mereka sekarang menjadi bagian dari masyarakat. Terkait dengan pemberdayaan ekonomi, kami saat ini menunggu panduan dari Kementerian Ketenagakerjaan. Kami percaya para pengungsi dapat menyumbangkan bakat, keterampilan dan pengetahuan mereka untuk kepentingan masyarakat."

Chairul Anwar, Kepala Gugus Tugas Pengungsi sebagai perwakilan pemerintah Indonesia
Chairul Anwar, Kepala Gugus Tugas Pengungsi sebagai perwakilan pemerintah Indonesia, menekankan bahwa Indonesia telah memprioritaskan kepentingan negara dan kemanusiaan. Prioritas-prioritas ini telah mengarah pada pembentukan Gugus Tugas Pengungsi pada 2012.

“Hingga saat ini semua pengungsi di negara ini telah berasimilasi dan berbaur dengan masyarakat setempat. Mereka sekarang menjadi bagian dari masyarakat. Terkait dengan pemberdayaan ekonomi, kami saat ini menunggu panduan dari Kementerian Ketenagakerjaan. Kami percaya para pengungsi dapat menyumbangkan bakat, keterampilan dan pengetahuan mereka untuk kepentingan masyarakat,” ia menegaskan.

Sementara bagi para peserta dan fasilitator Indonesia, program ini telah memberi mereka pengalaman dan peluang baru dalam berinteraksi dengan para pengungsi. “Saya belajar banyak tentang kehidupan, bagaimana bertahan hidup dan keteguhan. Dan saya akan terus melatih mereka, memastikan mereka dapat mempertahankan usaha yang telah dirintis lewat kemitraan dengan pengusaha Indonesia,” ungkap Ahmad Rifki, salah seorang fasilitator.

Di akhir program ini, sembilan usulan usaha telah disusun. Selama hari kelulusan, para lulusan memperlihatkan dan memamerkan produk usaha mereka, yang beragam dari makanan ringan, kerajinan tangan, kuliner dan pakaian. Mereka pun membawakan keunikan negara asal ke dalam produk mereka, seperti kue kering Karebat dari Ethiopia dan tas rajutan dari Afghanistan.

Angel Walangitan memamerkan pelindung kepala helm
Angel Walangitan, salah seorang lulusan dari Indonesia, memamerkan pelindung kepala helm yang dibuat dari sisa kain yang dirancang ulang seperti denim. Ia membangun usaha ini bersama dengan dua mitra lain yang dia temui dalam program kewirausahaan: Alda Chrisvantina, seorang mahasiswi akuntansi, dan Fahim, seorang seniman otodidak yang mengungsi ke Indonesia pada 2013 lalu. “Saya antusias untuk melanjutkan kemitraan dan mengembangkan usaha kami.”