Membentuk keselamatan dan kesehatan kerja masa depan bagi pekerja muda

Dunia kerja sedang mengalami perubahan besar yang akan terus berlanjut, dan berpotensi semakin intensif, di masa depan. Seminar ILO ini menyediakan ruang bagi generasi milenial Indonesia dan generasi lebih tua untuk saling bekerjasama dalam menghadapi pekerjaan masa depan dan, di saat yang sama, meningkatkan perlindungan pekerja muda di negeri ini.

News | Jakarta, Indonesia | 07 March 2019
Mengarusutamakan masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam perusahaan rintisan, sistem pendidikan dan kelompok muda direkomendasikan sebagai langkah-langkah yang dapat memperkuat dan meningkatkan budaya dan pencegahan K3 di dalam negeri dalam seminar satu hari ILO bertajuk “Pekerjaan Masa Depan: Dampaknya terhadap Kaum Muda dan K3” di Jakarta pada 28 Februari.

Rekomendasi lain termasuk upaya untuk memperkuat dialog sosial, peningkatan kesadaran, termasuk kesadaran diri, program model panutan dan penyebaran informasi. Para peserta pun sepakat bahwa terhadap kebutuhan mendesak untuk perubahan pola pikir dan kerja, terutama dalam mengantisipasi dan mencegah bahaya kerja.

“Dalam kaitannya dengan K3 dan kaum muda, ini terfokus pada pembelajaran seumur hidup dan pengembangan keterampilan, dukungan bagi orang-orang dalam transisi kerja dan perlindungan universal seumur hidup termasuk selama masa sakit dan disabilitas. Kita juga perlu meningkatkan kesadaran K3 bagi muda sehingga mereka dapat lebih melindungi diri mereka sendiri dan menjadi bagian dari budaya pencegahan K3 di tempat kerja."

Valentine Offenloch, Spesialis Teknis Proyek Safe Youth at Work ILO
Acara ini dihadiri oleh sekitar 125 peserta yang merupakan perpaduan seimbang antara generasi milenial dan generasi yang lebih tua. Diharapkan acara ini dapat memperkuat kemampuan dan membangun pemahaman yang lebih baik di antara kedua generasi ini mengenai inisiatif pekerjaan masa depan selaras dengan kemajuan berkelanjutan menuju budaya pencegahan nasional di tempat kerja.

Seminar ini juga menandai dimulainya acara perayaan satu abad ILO di Indonesia. Didirikan pada 1919, selama 100 tahun, ILO telah memajukan keadilan sosial dan mempromosikan pekerjaan yang layak. Seminar ini juga menandai peluncuran ikon ILO 100 di Indonesia: Nusa dan Tara, seorang laki-laki dan perempuan muda dalam bentuk figur sebagai perwakilan kaum muda Indonesia. Nusa dan Tara diambil dari nama lain Indonesia: Nusantara (wilayah yang bersatu).

Pekerjaan masa depan, kaum muda dan K3

Acara dimulai dengan pengenalan dari seorang pengusaha muda tentang karakteristik angkatan kerja digital. Bernard Satiadi, 22 tahun, berbagi pengalaman milenial bekerja sebagai pengusaha dan Youtuber. “Saya sempat bekerja di perusahaan, tetapi hanya bertahan dua tahun. Saya memutuskan menjadi wirausaha dan bersama seorang teman, kini mengelola Youtube yang terfokus pada permasalahan kaum muda,” kisahnya, seraya menambahkan bahwa ia bekerja secara mandiri tanpa kantor, ketentuan jam kerja dan struktur pekerjaan.

 
Menanggapi pola kerja Bernard, Valentine Offenloch, Spesialis Teknis Proyek Safe Youth at Work ILO, mengingatkan para peserta tentang pentingnya K3 bagi pekerja muda. Dia memaparkan temuan-temuan kunci dari laporan terbaru ILO berjudul "Pekerjaan untuk Masa Depan yang Lebih Cerah" yang diluncurkan pada Januari dan menyoroti agenda yang terfokus pada investasi dalam kemampuan orang, pekerjaan yang layak dan berkelanjutan, serta lembaga kerja.

“Dalam kaitannya dengan K3 dan kaum muda, ini terfokus pada pembelajaran seumur hidup dan pengembangan keterampilan, dukungan bagi orang-orang dalam transisi kerja dan perlindungan universal seumur hidup termasuk selama masa sakit dan disabilitas. Kita juga perlu meningkatkan kesadaran K3 bagi muda sehingga mereka dapat lebih melindungi diri mereka sendiri dan menjadi bagian dari budaya pencegahan K3 di tempat kerja,” ujarnya.

Dari perspektif pembuat kebijakan, Roostiawati, Direktur Pengembangan Pasar Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan, membahas strategi dan kebijakan nasional dalam kaitannya dengan pekerjaan masa depan. Dia menggarisbawahi inisiatif yang diambil Kementerian Ketenagakerjaan sebagai tanggapan terhadap pekerjaan masa depan seperti pengembangan ruang inovasi, pendidikan dan pelatihan kejuruan berbasis digital, kewirausahaan dan kewirausahaan sosial serta insentif bagi kaum muda.

Memahami generasi milenial di tempat kerja

Sementara itu, Ratih Ibrahim, seorang psikolog, mengungkapkan hasil utama survei tentang Milenial di Tempat Kerja. Survei ini meneliti berbagai perspektif antara milenial dan non-milenial tentang pekerjaan. Ini mencakup bahasan terkait tuntutan perusahaan, ekspektasi kerja, masalah utama di tempat kerja, nilai-nilai kerja, kepemimpinan dan sebagainya.

Dengan memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik ini, kita dapat membangun transisi yang lebih baik antara generasi milenial dan generasi yang lebih tua serta dapat menemukan langkah-langkah efektif untuk mengarusutamakan masalah K3 dalam kehidupan pekerja muda."

Ratih Ibrahim, seorang psikolog
Studi ini menemukan bahwa milenial menempatkan gairah mereka pada pekerjaan sebagai prioritas utama ketika mencari pekerjaan. Mereka juga fokus pada peluang pembelajaran dan pengembangan. Alhasil, mereka lebih menghargai pengalaman dibandingkan uang karena mereka menghargai proses kerja dan bukan pekerjaan. Namun, mereka memiliki gaya hidup yang dapat menyebabkan risiko kesehatan dan masalah emosional yang lebih tinggi.

“Untuk dapat menciptakan pekerjaan masa depan yang layak, kita perlu memahami karakteristik generasi milenial mengingat pada 2020 mereka akan menjadi sepertiga dari tenaga kerja global. Dengan memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik ini, kita dapat membangun transisi yang lebih baik antara generasi milenial dan generasi yang lebih tua serta dapat menemukan langkah-langkah efektif untuk mengarusutamakan masalah K3 dalam kehidupan pekerja muda,” demikian Ratih.
Catatan

Pendanaan disediakan oleh Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat di bawah nomor perjanjian kerjasama IL-26690-14-75-K-11.

Materi ini tidak mencerminkan pandangan atau kebijakan Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat, juga tidak menyebutkan nama dagang, produk komersial, atau organisasi yang menyiratkan adanya pengesahan oleh Pemerintah Amerika Serikat. Seratus persen dari total biaya proyek atau program ini dibiayai dengan dana Federal, dengan total 11.443.156 dolar.