Pemasaran digital membantu pengusaha mengembangkan usaha

ILO melalui program bersama PBB membantu kelompok rentan mendapatkan keterampilan dan membuka kesempatan baru di tengah pandemi.

Feature | Jakarta, Indonesia | 30 July 2021
Kenichi Satria Kaffah (c) ILO/M. Diva Mafaza
Saat mengetahui adanya kesempatan untuk mengikuti pelatihan pemasaran digital, Kenichi Satria Kaffah, 18 tahun, dengan antusias langsung mendaftarkan diri. Kenichi memang sudah tertarik dengan dunia pemasaran digital sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. “Saya sudah tertarik untuk cari uang sendiri,” kisahnya.

Berawal dari menjual pernak-pernik secara daring, khususnya pelindung telepon genggam. Setelah lulus Sekolah Menengah Atas tahun ini, ketertarikannya terus berkembang dan semakin bersemangat untuk meningkatkan kemampuan dalam pemasaran digital. Ia tertarik untuk mengembangkan usaha digitalnya.

Sekarang kan era digital, era dunia 4.0, di mana kita diharuskan, mau tidak mau, untuk menjadi digital. Persaingannya juga keras, jadi penting untuk belajar keterampilan baru dalam pemasaran digital."

Kenichi Satria Kaffah, 18 tahun
“Saya lahir dengan penglihatan rendah, kemudian di usia 14 atau 15 tahun menjadi buta total saat terkena glaukoma,” ungkap Kenichi. Sebagai murid tunanetra di sekolah umum, Ia terbiasa melakukan pembelajaran dan pekerjaan rumah secara digital. Ia juga sangat menyadari pentingnya keterampilan digital agar mampu mengikuti perubahan dunia kerja yang sangat cepat.

“Sekarang kan era digital, era dunia 4.0, di mana kita diharuskan, mau tidak mau, untuk menjadi digital. Persaingannya juga keras, jadi penting untuk belajar keterampilan baru dalam pemasaran digital,” tambahnya.

Selama pelatihan tiga hari ini, Kenichi merasakan manfaat dari analisis bisnis dengan menggunakan Business Model Canvas (BMC). Ia belajar cara memetakan usaha dengan menggunakan sembilan elemen kunci, seperti sumber daya, nilai produk, harga dan presentasi dan juga segmentasi pembeli. “Saya merasa sesi analisis bisnis sangat bermanfaat untuk mengetahui bagaimana membuat rencana yang terstruktur,” jelasnya.

Dengan pengalaman pendidikan yang lebih rendah, kelompok disabilitas menghadapi tantangan yang berat dalam mencari pendapatan dan mendapatkan pekerjaan. Karena itu, untuk mengurangi kesenjangan tersebut, kami mengadakan pelatihan bagi rentan untuk membantu mereka mendapatkan keterampilan baru dan membuka kesempatan baru demi kesetaraan dan inklusivitas yang lebih baik."

Kazutoshi Chatani, Koordinator ILO untuk Proyek Ketenagakerjaan dan Mata Pencarian
Data BPS 2020 menunjukkan hanya 2,8 persen dari penduduk Indonesia dengan disabilitas yang menyelesaikan pendidikan tinggi, sementara 21,22 persen tidak pernah bersekolah. Sementara sekitar 9,48 persen penduduk Indonesia non-disabilitas menyelesaikan pendidikan tinggi, dan hanya 3,38 persen tidak pernah sekolah.

“Ini menciptakan kesenjangan yang lebih besar di dunia kerja. Dengan pengalaman pendidikan yang lebih rendah, kelompok disabilitas menghadapi tantangan yang berat dalam mencari pendapatan dan mendapatkan pekerjaan. Karena itu, untuk mengurangi kesenjangan tersebut, kami mengadakan pelatihan bagi rentan untuk membantu mereka mendapatkan keterampilan baru dan membuka kesempatan baru demi kesetaraan dan inklusivitas yang lebih baik,” ujar Kazutoshi Chatani, Koordinator ILO untuk Proyek Ketenagakerjaan dan Mata Pencarian.

Agar dapat terus bersaing dengan perkembangan teknologi, salah satu pelatihan yang diberikan terfokus pada keterampilan digital. Kenichi merupakan salah satu peserta di gelombang pertama bersama 64 peserta lain, di mana empat di antaranya memiliki disabilitas.

Program pelatihan digital membantu wirausaha muda meningkatkan usaha mereka
Sebagai bagian dari pelatihan, Kenichi saat ini menjalani proses pemagangan dengan sebuah label busana di Jakarta. Label busana ini merupakan salah satu dari banyak usaha kecil dan menengah yang akan bekerja sama dengan para peserta yang telah lulus pelatihan. Ia pun berharap dapat kegiatan pemagangan dapat membantu menghapuskan stigma dan diskriminasi mengenai kemampuan para penyandang disabilitas.

“Saya buta total. Saat orang lain melihat saya, mereka mempertanyakan, apa dia benar-benar bisa? Mereka berpikir bagaimana saya bisa membuat konten,” ungkapnya. Kini dia menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang didapatkan dari pelatihan untuk membantu label busana meningkatkan profil daring dan meningkatkan penjualan mereka.

Program pelatihan pemasaran digital ini merupakan bagian dari seluruh rangkaian Pengembangan Kapasitas Digital untuk Bagian Timur Indonesia dari Juni hingga September 2021, yang dilakukan melalui proyek Ketenagakerjaan dan Mata Pencarian, yang didanai UN-MPTF. Bertujuan untuk membantu pemulihan ekonomi kelompok rentan seperti orang dengan disabilitas selama pandemi COVID-19, ILO merupakan salah satu dari empat organisasi PBB yang terlibat dalam proyek ini dan mendukung semangat Tidak Seorang pun Tertinggal dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).