ILO: Asuransi Kerja (JKP) – Sebuah Langkah Mewujudkan Bantuan yang Terintegrasi bagi Pencari Kerja

Pelaksanaan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) memerlukan integrasi dan sinergi yang baik antara pemberian manfaat tunai dan non tunai untuk memberikan perlindungan efektif bagi tenaga kerja ter-PHK.

Analysis | Jakarta, Indonesia | 19 July 2021
Kazutoshi Chatani (kanan) bersama dengan Wahyu Dhyamitka dari Tempo.co
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menilai pelaksanaan Asuransi Kerja (Jaminan Kehilangan Pekerjaan/JKP) sebagai pencapaian penting bagi Indonesia, dan menyoroti upaya lebih lanjut yang diperlukan untuk memberi dukungan yang sangat dibutuhkan oleh pencari kerja.

Program ini dirancang untuk membantu tenaga kerja yang ter-PHK agar dapat mempertahankan derajat kehidupannya yang layak dan memperoleh kembali pekerjaan. Gagasan besar program yang diteken Februari 2021 oleh Presiden Joko Widodo ini sangat relevan dengan kebutuhan, karena mengombinasikan tiga lini, yakni tunjangan tunai selama enam bulan, pelatihan kerja dan membuka akses informasi pasar kerja bagi mereka yang menyandang status pengangguran.

“Pemberian tunjangan finansial bagi para tenaga kerja ter-PHK ini sangat penting, karena mereka membutuhkan biaya hidup untuk keluarga, sementara ia berusaha mendapatkan pekerjaan baru. Selain itu, program pelatihan peningkatan keterampilan maupun pemberian pelatihan keterampilan baru akan sangat berarti untuk mendapatkan kembali pekerjaan. Dan yang penting juga adalah pembukaan akses informasi tentang pasar ketenagakerjaan,” ujar spesialis ketenagakerjaan ILO Kazutoshi Chatani saat menjadi narasumber dalam diskusi virtual Ngobrol@Tempo bertajuk ‘Dari PHK Kembali Bekerja, Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan Bisa Apa?’ pada Rabu, 14 Juli.

Dari survei yang dilakukan Tempo.co, misalnya, sebagian besar tenaga kerja ingin segera mendapatkan kembali pekerjaan bila terkena PHK. Akses terhadap pekerjaan adalah hak asasi manusia, dan para penganggur memerlukan bantuan dalam mencari pekerjaan, terutama pada masa krisis seperti sekarang. Data Sakernas bulan Agustus 2020 memperlihatkan sekitar 29 juta pekerja terdampak oleh pandemi ini. Kondisi pasar kerja mengalami perbaikan pada awal tahun ini, namun peningkatan infeksi COVID-19 saat ini bisa jadi menunda pemulihan lapangan kerja.

Kazu, sapaan akrab Kazutoshi, mengatakan bahwa “JKP telah menetapkan arah kebijakan yang tepat. Tugas selanjutnya adalah memperkaya program-program pendukung agar pencari kerja bisa mendapatkan pekerjaan dengan cepat”. Dalam hal ini, dia menekankan peran konseling karier. Pembimbing karier profesional membantu mencarikan pekerjaan yang sesuai bagi penganggur dan, jika dibutuhkan, merujuk pencari kerja kepada program pelatihan yang sesuai.

Selain itu, metode konseling ini juga sangat dibutuhkan bagi pencari kerja dengan disabilitas, pencari kerja pemula dan ibu tunggal untuk mendapatkan pekerjaan yang tepat. “Layanan konseling dapat dilakukan secara daring mengingat kondisi geografi Indonesia,” dia menambahkan.

Bidang lain yang dapat dipertimbangkan oleh pembuat keputusan di Indonesia adalah bantuan penempatan kerja. Menurut spesialis ketenagakerjaan ILO ini, banyak negara G20 memberi insentif perekrutan kepada perusahaan. Contoh lainnya adalah tunjangan relokasi yang diberikan kepada pencari kerja yang harus pindah ke tempat lain untuk pekerjaan baru.

Tunjangan tunai, dukungan pencarian kerja, pelatihan keterampilan dan penempatan kerja adalah paket bantuan yang dibutuhkan pencari kerja. Keseluruhan sistem ini membantu pekerja Indonesia dapat dipekerjakan dan dipindahkan dari segmen ekonomi yang mulai menurun ke segmen yang produktif. Mendukung pencari kerja sebenarnya menjaga Indonesia tetap produktif dalam era kompetisi global, kata Kazu.

Di Jepang, misalnya, pengusaha mengiur 0,6 persen sementara pekerja 0,3 persen dari upah untuk skema asuransi kerja. Dengan dana ini, Jepang mendukung pencari kerja menjaga tingkat pengangguran tetap rendah dan ekonomi negara tetap produktif. Asuransi kerja berfungsi sebagai investasi sistemik dan kolektif dalam human capital di Jepang.

“Jika Indonesia ingin bersinar di pasar global, maka membangun mekanisme efektif yang menjaga angkatan kerjanya tetap produktif adalah kunci,” Kazu mengungkapkan. Sistem ini pun memerlukan pendanaan yang berkelanjutan. “Pembuat kebijakan dan mitra sosial mungkin perlu mengevaluasi kulitas bantuan bagi pencari kerja dan distribusi biaya di tahun-tahun mendatang.”

Indonesia mulai membayarkan tunjangan pengangguran pada bulan Februari 2022.