COVID-19: Melindungi pekerja di tempat kerja

Pengetahuan membantu nelayan Indonesia bertahan di masa pandemi dan mencegah perdagangan manusia

Perikanan merupakan salah satu sektor yang terkena imbas pandemi COVID-19. Para nelayan tidak hanya kehilangan mata pencariannya tapi juga menghadapi risiko besar perdagangan manusia. ILO dan para mitranya melakukan kegiatan peningkatan kesadaran demi perlindungan dan pencegahan yang lebih baik.

Article | Jawa Barat, Indonesia | 17 June 2020
Endang Wasrinah, 38 tahun, merapikan dan memproses hasil tangkapan suaminya agar lebih awet. Setelah menggarami ikan-ikan hasil tangkapan, ia menjemur ikan satu per satu, mengubah ikan segar menjadi ikan asin.

“Ini yang bisa saya lakukan untuk mengawetkan hasil tangkapan yang akan dijual di lingkungan sekitar kampung. Kalau tidak laku, akan dikonsumsi sendiri oleh keluarga kami. Setidaknya kami dapat menyelamatkan dan tidak membuang hasil kerja keras suami saya,” kisahnya.

Perikanan adalah kehidupan dan mata pencarian kami."

Endang Warsinah
Endang, ibu dua orang anak, merupakan salah seorang dari ribuan orang Indonesia yang mata pencariannya tergantung pada perikanan. Namun langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah untuk mengatasi penyebaran COVID-19 berdampak pada banyak industri lokal, termasuk perikanan.

Keluarganya adalah keluarga nelayan yang tinggal di kampung nelayan di Desa Pabean Udik, Indramayu, Jawa Barat. Suaminya telah menjadi nelayan sejak kecil; sementara Endang menghabiskan sebagian besar kehidupannya mengelola dan memproses hasil tangkapan untuk dijual.

“Perikanan adalah kehidupan dan mata pencarian kami,” ia menambahkan.

Sejak Indonesia melaporkan kasus pertama infeksi COVID-19 pada Maret, pemerintah-pemerintah daerah telah membatasi perjalanan antar provinsi dan kota. Kendati pengiriman makanan tidak dilarang, permintaan menurun tajam akibat penutupan sementara restoran dan pertokoan.

Para nelayan dari pantai utara Jawa, dikenal sebagai Pantura, menyuarakan rasa kekhawatiran akan dampak pembatasan ini terhadap industri dan komunitas mereka.

Bagi Endang, keluarganya dulu bisa mendapatkan hingga 2,5 juta rupiah (US$150) per bulan dan kini penghasilan mereka terpangkas hingga hampir setengahnya. “Saat ini hanya dapat 1,5 juta rupiah (US$90) atau bahkan kurang. Dan kita pun tidak bisa melaut karena tidak ada bensin,” ujarnya.

Peningkatan pemahaman demi perlindungan dan pencegahan yang lebih baik

Kapal-kapal nelayan Indonesia di pelabuhan
Ia menyambut baik upaya yang dilakukan ILO bekerja sama dengan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), organisasi perempuan nelayan, untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan komunitas nelayan mengenai dampak pandemi COVID-19 dan risiko yang lebih besar bagi nelayan untuk terjebak dalam pekerjaan yang eksploitatif atau bahkan lebih buruk dalam perdagangan manusia.

Saya belajar banyak mengenai pandemi COVID-19 dan bagaimana kita dapat melindungi diri dan keluarga dengan rutin mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak fisik."

Endang Warsinah
“Saya belajar banyak mengenai pandemi COVID-19 dan bagaimana kita dapat melindungi diri dan keluarga dengan rutin mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak fisik,” Endang menambahkan.

Endang dan keluarganya merupakan salah seorang dari ribuan keluarga yang terjangkau oleh prakarsa ini. ILO melalui Proyek SEA Fisheries telah menjalin kerja sama dengan KPI, Asosiasi Nelayan Indonesia (INFISA), Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI) dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) membagikan 4.000 masker dan 4.000 sanitasi tangan bagi komunitas nelayan.

Kami ingin memperkuat upaya yang telah dilakukan untuk membatasi penyebaran epidemi COVID-19 seraya di saat yang sama mengurangi risiko nelayan terjebak dalam perdagangan manusia. Larangan untuk melaut meningkatkan kerentanan para nelayan untuk menerima pekerjaan yang eksploitatif tanpa disadari."

Abdul Hakim, manajer proyek SEA Fisheries
Selain masker dan sanitasi tangan, prakarsa ini juga membagikan buklet informasi mengenai COVID-19 dan bahaya kerja di sektor perikanan. Hilangnya mata pencarian dan kurangnya perlindungan sosial semakin meningkatkan kerentanan nelayan selama pandemi COVID-19 terhadap pekerjaan atau jasa yang eksploitatif dan perdagangan manusia.

“Kami ingin memperkuat upaya yang telah dilakukan untuk membatasi penyebaran epidemi COVID-19 seraya di saat yang sama mengurangi risiko nelayan terjebak dalam perdagangan manusia. Larangan untuk melaut meningkatkan kerentanan para nelayan untuk menerima pekerjaan yang eksploitatif tanpa disadari,” ujar Abdul Hakim, manajer proyek SEA Fisheries.

Sementara bagi Endang, ia terus mempertahankan harapannya dan menyebarluaskan pengetahuan mengenai bagaimana mencegah virus COVID-19 dan perdagangan manusia di komunitasnya. “Kami harus selalu berharap dalam situasi sulit ini, tapi di saat yang sama juga harus lebih paham agar dapat mencegah risiko terjebak dalam pekerjaan yang eksploitatif,” katanya.

Didanai Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Proyek SEA Fisheries ILO bertujuan mengurangi perdagangan manusia dalam sektor perikanan dengan memperkuat koordinasi dan meningkatkan efisiensi dan keefektifan dari upaya anti perdagangan di tingkat regional dan nasional di kawasan Asia Tenggara.