Dampak kami, suara mereka
Membuka pintu kewirausahaan bagi transgender
Studi ILO 2016 menunjukkan bahwa hanya 10 persen transgender yang bekerja di perekonomian formal. Kursus pelatihan ILO meningkatkan dan memperkuat keterampilan wirausaha dan bisnis para transgender.
Pelatihan penciptaan usaha ini merupakan tindak lanjut langsung dari pelatihan pendidikan keuangan tahun 2017 bagi para transgender. Ini merupakan bagian dari upaya ILO untuk mempromosikan pengembangan keterampilan dan peningkatan kemampuan kerja, mendukung keragaman di tempat kerja dan kesempatan kerja yang setara.
Sekarang, setelah belajar cara memulai bisnis, saya benar-benar ingin meluncurkan perusahaan pakaian online. Saya juga ingin mengubah persepsi bahwa transgender hanya pandai membangun bisnis kecantikan seperti salon kecantikan. Seperti orang lain, kami juga memiliki minat bisnis dalam pakaian, katering dan bahkan layanan komputer."
Merlyn Sopjan, salah satu peserta
Sementara itu, Lenny Sugiharto ingin mengembangkan bisnis penyelenggara pernikahan miliknya. Dia mengakui telah mempelajari pentingnya promosi dan pembukuan. “Dulunya, saya tidak pernah berpikir untuk mengiklankan bisnis saya. Selama pelatihan saya belajar bagaimana melakukan promosi yang baik. Saya tidak sabar untuk memperluas bisnis saya dengan promosi yang lebih baik dan membuatnya berkelanjutan melalui pembukuan yang baik,” kata dia.
Dulunya, saya tidak pernah berpikir untuk mengiklankan bisnis saya. Selama pelatihan saya belajar bagaimana melakukan promosi yang baik. Saya tidak sabar untuk memperluas bisnis saya dengan promosi yang lebih baik dan membuatnya berkelanjutan melalui pembukuan yang baik."
Lenny Sugiharto, salah satu peserta
“Permainan bisnis yang diterapkan dalam pelatihan adalah replikasi dari bisnis aktual dengan tantangan dan kebutuhan bisnis yang nyata. Pelatihan ini juga memberikan peserta keterampilan manajemen yang baru dan lebih baik untuk merealisasikan ide bisnis mereka atau menjalankan bisnis mereka dengan sukses,” Tendy Gunawan, Staf Program ILO yang turut memfasilitasi pelatihan ini menjelaskan.
Belajar dari para pengusaha sukses
Dua pengusaha transgender yang sukses turut diundang untuk lebih menginspirasi para peserta tentang bagaimana merealisasikan ide bisnis dan memulai bisnis mereka sendiri. Chenny Han, seorang wirausaha pengantin dan kecantikan yang sukses, dan Dena Rachman, seorang perancang sepatu dan wirausaha muda, berbagi perjalanan bisnis dan tantangan yang harus mereka hadapi ketika membangun bisnis mereka.Saya tahu rasanya menjadi orang yang berbeda. Namun, fokuslah pada bakat kita dan terus meningkatkan keterampilan serta tidak pernah berhenti belajar, kita dapat memperoleh kepercayaan dan apresiasi orang yang menjadi kunci untuk bisnis yang sukses."
Chenny Han, seorang wirausaha pengantin dan kecantikan yang sukses
Dia juga berbagi tantangan yang harus dia hadapi sebagai pengusaha trasngender. “Saya tahu rasanya menjadi orang yang berbeda. Namun, fokuslah pada bakat kita dan terus meningkatkan keterampilan serta tidak pernah berhenti belajar, kita dapat memperoleh kepercayaan dan apresiasi orang yang menjadi kunci untuk bisnis yang sukses," ia berbagi perjalanan hidupnya.
Sebagai wirausaha muda, Dena berbagi strategi bisnis mempergunakan saluran media sosial. Dia mulai merancang dan membuat sepatu dengan merek "Drama" sejak tahun 2015. "Saya menggunakan jaringan media sosial seperti Instagram dan Facebook untuk menjual sepatu saya. Melalui media sosial, kita tidak perlu toko sungguhan untuk menjual produk kita,” kata Dena.
Terlepas dari stigma dan diskriminasi terhadap orang-orang transgender, kita harus terus membuka diri terhadap lingkungan sekitar kita. Kita juga harus inklusif dan membangun jaringan dengan lingkungan kita."
Dena Rachman, seorang perancang sepatu dan wirausaha muda
“Transgender perempuan dan laki-laki masih menghadapi diskriminasi di semua tahap pekerjaan. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk membangun keterampilan dan kemampuan mereka untuk bekerja, serta untuk mewujudkan ide bisnis menjadi kenyataan dengan memulai atau meningkatkan bisnis mereka. Dengan menciptakan perusahaan sendiri, mereka dapat mengembangkan peluang kerja sendiri sebagai pengusaha dan bahkan dapat menawarkan kesempatan kerja kepada orang lain,” demikian Early D. Nuriana, staf program ILO tentang HIV dan AIDS.